Standard Chartered Pangkas Proyeksi Pertumbuhan PDB RI Jadi 5,1 Persen
JAKARTA, iNews.id - Bank asal Inggris, Standard Chartered memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 5,1 persen.
Proyeksi tersebut lebih rendah daripada perkiraan awal sebesar 5,2 persen. Untuk tahun depan, Stanchart memprediksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) RI mencapai 5,2 persen.
Chief Economist Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra mengatakan, revisi tersebut berdasarkan kondisi saat ini di mana laju pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
Hal ini seiring dengan berakhirnya kebijakan relaksasi moneter dari berbagai bank sentral utama dunia. Di sisi lain, isu perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China juga masih menjadi tema utama dalam pengambilan keputusan investasi tingkat global.
"Ini semua turut memberi dampak terhadap pergerakan rupiah dan defisit transaksi berjalan Indonesia," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Namun,dia masih optimistis dengan melihat beberapa kebijakan yang akan dilakukan pemerintah seperti menunda proyek infrastruktur yang non-prioritas, implementasi B20, kebijakan pajak impor dan promosi pariwisat.
"Sementara rata-rata nilai tukar rupiah kita proyeksikan ada pada kisaran Rp14.200 dan Rp14.600 di tahun 2018 dan 2019," kata dia.
Sementara Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dan 2019 masing-masing berkisar di 5- 5,4 persen dan 5,1-5,5 persen. Adapun laju inflasi diperkirakan stabil di kisaran 3,5 persen dengan plus minus 1 persen untuk tahun 2018 dan 2019.
"BI melihat prospek nilai tukar rupiah tahun depan diperkirakan tidak seberat tahun 2018 seiring terkendalinya laju inflasi dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," kata Kepala Grup Riset Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Reza Anglingkusumo.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya bersumber dari faktor eksternal seperti tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter AS, moderasi ekonomi China, proteksionisme, perang dagang AS dan China, ketegangan geopolitik dan perubahan iklim atau cuaca ekstrim.
Namun ekonomi Indonesia dinilainya masih jauh lebih baik dibandingkan negara lain yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang sehat, terkendalinya inflasi, ruang moneter yang memadai seperti suku bunga dan cadangan devisa, terjaganya kepercayaan konsumen, dan stabilitas politik.
Dalam menghadapi defisit transaksi berjalan, Suahasil mengemukakan strategi perbaikan melalui kebijakan fiskal diantaranya pengendalian impor melalui penggunaan B20, kenaikan tarif impor barang konsumsi, peningkatan komponen lokal pada proyek infrastruktur serta mendorong ekspor dan investasi.
Di tahun 2019, rancangan APBN turut mendorong investasi dan daya saing melalui pembangungan sumber daya manusia dengan peningkatan kualitas belanja yang didukung penguatan akuntabilitas.
Editor: Rahmat Fiansyah