Ngeri! 110 Anak Direkrut Teroris Lewat Game Online dan Instagram
JAKARTA, iNews.id – Densus 88 Anti Teror Polri membongkar modus baru yang mengerikan setelah menangkap lima orang yang merekrut anak-anak melalui game online hingga Instagram untuk bergabung ke jaringan terorisme. Temuan ini mengungkap lebih dari 110 anak berusia 10–18 tahun sudah menjadi target dalam 23 provinsi.
Penangkapan lima tersangka dilakukan melalui tiga pengungkapan berbeda sejak akhir 2024 hingga November 2025. Satu di antaranya bahkan merupakan residivis kasus terorisme. Densus 88 memastikan para pelaku menggunakan strategi digital yang terstruktur, terselubung, dan menyasar anak-anak yang rentan secara psikologis maupun sosial.
Deta Semen Khusus Densus 88 Anti Teror Polri menyebut modus yang mereka temukan memanfaatkan ruang digital secara masif.
Menurut laporan tersebut, perekrut menyebarkan propaganda melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online menggunakan konten video pendek, animasi, meme, serta musik yang dikemas menarik untuk memancing kedekatan emosional anak.
Setelah calon korban menunjukkan ketertarikan, pelaku beralih menggunakan platform tertutup seperti WhatsApp dan Telegram untuk melakukan pendekatan lebih intensif.
Mereka memantau aktivitas anak di media sosial dan memilih target berdasarkan tingkat kerentanan, seperti pernah menjadi korban perundungan, kurang perhatian keluarga, hingga sedang mencari jati diri.
Densus 88 memastikan proses perekrutan ini dilakukan secara bertahap dengan membangun ikatan emosional, lalu menyusupkan ideologi ekstrem melalui percakapan privat.
Anak-anak yang menjadi target umumnya tidak menyadari bahwa konten yang mereka konsumsi merupakan alat propaganda kelompok teror.
Hingga kini, lebih dari 110 anak dan pelajar sudah teridentifikasi menjadi korban perekrutan. Mereka tersebar di 23 provinsi dan berada pada rentang usia 10 hingga 18 tahun, yang menjadikan skema ini sebagai salah satu pola perekrutan paling masif yang pernah diungkap Densus 88.
Temuan ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah, orang tua, dan sekolah untuk meningkatkan pengawasan aktivitas digital anak-anak. Maraknya perekrutan berbasis dunia maya menunjukkan bahwa kelompok teror terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Editor: Abdul Haris