"Mau Jadi Apa?" Jadi Cermin Dunia Kampus Era '90-an
JAKARTA, iNews.id - Nostalgia zaman kuliah. Itulah yang menggambarkan film ''Mau Jadi Apa'', sebuah garapan stand-up komedian Indonesia, Soleh Solihun dan mantan sutradara ''Sabtu Bersama Bapak'', Monty Tiwa.
Lampu sorot paling terang dalam film ini adalah sosok Soleh Solihun sebagai pemeran utama, sutradara, dan penulis naskah. Bahkan, sebelum film ini diputar perdana di hadapan awak media di Epicentrum XXI, Jumat 19 November 2017, Soleh telah merilis bukunya sendiri berjudul sama. Buku itulah yang menjadi cikal bakal film ''Mau Jadi Apa''.
Seperti yang dikatakan pada baris pertama, film ini adalah sebuah biografi kehidupan stand-up comedian, sekaligus aktor, Soleh Solihun semasa kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) Bandung sejak 1997.
Dibuka adegan Ospek, penonton yang telah melalui masa-masa kuliah akan kembali terkenang. Apalagi bila Anda merupakan salah satu mahasiswa tahun '90-an di mana nostalgia ini diperkuat dengan soundtrack-soundtrack jadul era '90-an seperti serentetan lagu Slank, Pure Saturday, dan Laluna.
Selanjutnya adegan-adegan mengarah ke kehidupan mahasiswa yang digambarkan melalui teman-teman Soleh. Di antaranya Marsyel yang diperankan oleh Adjisdoaibu, Eko oleh Awwe, Syarif oleh Ricky Wattimena, Lukman oleh Boris Bokir dan Fey yang diperankan oleh Anggika Bolsterli. Melalui karakter-karakter inilah jiwa mahasiswa Fikom yang masih bingung mencari jati diri dan simbol eksistensi digambarkan.
Sementara karakter mahasiswa lain seperti sosok Panji si senior galak nan intelek yang diperankan Ronal Surapradja telah bangga menerbitkan media kampus bernama 'Fakjat' atau 'Fakta Jatinangor', sebuah media kampus yang isinya serius dan sarat politik. Mengingat era yang digambarkan saat itu adalah satu tahun sebelum Presiden RI Soeharto lengser.
Jangan harap ada adegan demo mahasiswa yang heroik atas pergerakan revolusi mahasiswa saat itu. Memang ada adegan demo di bagian permulaan film, tapi tak sarat politik, melainkan sarat komedi. Meski demikian, film ini tak mengurangi unsur kritis sosial di dalamnya. Beberapa komedi satir yang menyinggung fenomena kekinian, disisipkan di sejumlah dialog. Misalnya, tentang Pilkada DKI yang "geger" tempo lalu.
Kembali bicara eksistensi mahasiswa, Soleh dan cs memulainya dengan membuat sebuah media kampus alternatif bernama 'Karung Goni', yang adalah singkatan dari Kabar, Ungkapan, dan Gosip Terkini. Beruntung, kawan-kawan Soleh memiliki kemampuan yang pas dan mumpuni untuk membuat media baru menyaingi Fakjat. Di antaranya ada Lukman yang jago gambar, Marsyel yang bisa nulis, Eko yang kaya referensi musik, dan Fey yang buka rubrik konsultasi alias curhat. Sedangkan Syarif? Tugasnya hanya berdoa.
Berbeda dengan Fakjat yang serius, Karung Goni lebih mengusung tema-tema ringan seperti musik dan artikel-artikel asyik. Dan sesuai singkatannya, ada gosip dalam Karung Goni.
Jatuh-bangun enam sekawan dalam membuat sebuah media baru di kampus menjadi sorotan utama dan konflik cerita dalam film ini. Tapi, yang namanya kehidupan mahasiswa tentu tak hanya berisi passion dan pencarian jati diri semata. Otomatis, kehidupan percintaan pun ada, dan Mau Jadi Apa mempermanis hubungan Soleh dengan sosok Ros yang diperankan Aurelie Moeremans dengan lagu-lagu jadul Slank.
Inti dari film ini sebenarnya tak hanya menjawab pertanyaan filosofis seputar "Mau Jadi Apa?" tetapi juga soal cinta, persahabatan, solidaritas, kenekatan, dan musik. Unsur-unsur yang sangat dekat dengan kehidupan mahasiswa di zaman mana pun. Tak hanya film biografi komedi, tetapi juga terselip emosi lain. Tak hanya gelak tawa, tapi juga airmata.
Editor: Vien Dimyati