Benarkah Perempuan Pekerja Lebih Berisiko Kena Gangguan Kesehatan Reproduksi? Begini Penjelasan Ahli
JAKARTA, iNews.id – Tahukah Anda kalau menjadi perempuan atau ibu pekerja itu bukanlah hal yang mudah. Konon berdasarkan penelitian, risiko kesehatan seorang perempuan pekerja lebih besar ketimbang pria. Apa alasannya?
Menurut fakta ilmiah ibu atau perempuan pekerja memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding laki-laki, karena wajib berperan ganda.
Peran ganda ini membuat ibu pekerja atau pekerja perempuan menghadapi risiko gangguan kesehatan yang lebih berat dibanding pekerja laki-laki. Hal ini banyak dialami oleh para ibu pekerja di sektor informal, seperti buruh dan pekerjaan pabrik.
Peneliti laktasi dari Program Studi Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK mengamil contoh penelitian di Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan hampir 40 persen pekerja perempuan mengalami risiko gangguan kesehatan reproduksi, lebih dari 40 persen berisiko gangguan menstruasi
“Gangguan menstruasi ini biasanya dialami karena faktor pekerjaan setelah cuti melahirkan. Penelitian Basrowi dkk juga menekankan bahwa buruh perempuan hanya 19 persen yang berhasil ASI eksklusif, berpotensi stress post partum yang berlanjut dan adanya gangguan hormonal,” ujar dr Ray baru-baru ini.
Gangguan kesehatan pada perempuan bukan hanya dari beban kerja semata. Konon dalam lingkungan kantor masih ada perbedaan tanggung jawab antara lelaki dan perempuan. Bahkan perempuan masih dianggap lemah dan tidak bisa duduk di posisi manajerial perusahaan.
Mengacu pada data penelitian, Nestle Indonesia mencoba terus mendukung perempuan untuk membuka potensi mereka dalam bidang STEM, termasuk dalam menyeimbangkan kehidupan pribadi dan profesional masing-masing individu. Diungkapkan Presiden Direktur Nestle Indonesia, Ganesan Ampalavanar, perempuan pekerja punya peran besar, khususnya dalam bidang sains. Karenanya menciptakan lingkungan kerja yang ramah bagi seluruh karyawan dan perempuan pekerja sangat penting.
Bahkan demi mendukung perempuan pekerja, Nestle secara global mengeluarkan kebijakan Global Parental Support Policy yang merupakan kebijakan cuti melahirkan bagi Ibu dan Ayah. Di mana ibu berhak untuk cuti dan dapat diperpanjang hingga 30 minggu atau 7,5 bulan. Harapannya Ibu mendapatkan waktu berkualitas, memperkuat ikatan mereka dengan bayi yang baru lahir, dan memberi dukungan yang maksimal bagi tumbuh kembang anak mereka.

“Sedangkan untuk karyawan laki-laki turut mendapatkan paternity leave sebanyak 20 hari atau 4 minggu,” kata Ganesan.
Selain kebijakan maternity dan paternity leave untuk mendukung ibu pekerja ada juga berbagai program yaitu fasilitas ruang menyusui yang tersedia di seluruh kantor dan pabrik, program kesehatan dan keafiatan yang terdiri atas fasilitas kesehatan perusahaan, flexible working arrangement, dan Employees Assistance Program (EAP) untuk mendukung kesehatan mental.
Editor: Elvira Anna