Dokter Ungkap Penelitian Terbaru, CT Scan Toraks Bantu Turunkan Risiko Demensia Pasien Paru Kronik
JAKARTA, iNews.id - Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) masih menjadi salah satu penyebab ketiga kematian di dunia. Diperkirakan kematian akibat paru kronik ini mencapai 5,4 juta pada 2060.
Di Indonesia penyakit paru kronik masih kurang terdeteksi dengan baik, terlihat dari data PPOK nasional yang masih minim. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi PPOK di Indonesia berdasarkan wawancara pada masyarakat usia ≥ 30 tahun 3,7 persen, tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (10 persen) dan terendah di Provinsi Lampung (1,4 persen).
Sedangkan Survei Epidemiology and Impact of COPD (EPIC) Asia mengungkapkan prevalensi PPOK di Indonesia mencapai 4,5 persen.
Ahli radiologi, yang juga merupakan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Yopi Simargi mengatakan, tanpa disadari, penyakit paru kronik mampu menurunkan kualitas hidup pasien.
"Ini merupakan kondisi peradangan paru kronis yang menyebabkan terhambatnya aliran udara dari paru-paru. Pasien akan mengalami sesak napas yang kian memburuk, serta rentan infeksi sehingga menyebabkan serangan akut/eksaserbasi akut," kata dokter Yopi Simargi melalui keterangannya belum lama ini.
Dokter yang baru saja meraih gelar doktor dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini mengungkap fakta baru.
Melalui disertasinya berjudul "Peran CT Scan Toraks Kuantitatif, HIF-1α, dan Faktor Klinis Terhadap Kejadian Hendaya Kognitif pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik", dia mengungkap pentingnya dilakukan CT Scan Toraks Kuantitatif (CTK) sebagai pemeriksaan tambahan pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
"Prosedur ini selain mampu mendeteksi lebih awal PPOK, juga dapat memperlihatkan risiko hendaya kognitif (HK) pada pasien PPOK," katanya.
Dengan demikian, menurut dia, tatalaksana holistik dapat dilakukan lebih awal, di mana hal ini akan membantu menurunkan risiko penyakit demensia (kepikunan) pada pasien PPOK, yang pada pasien dengan HK memiliki tiga kali lebih berisiko terkena demensia dalam 2-5 tahun.
Dia menjelaskan hipotesis awal dan yang umumnya diketahui, hipoksia kronik melalui peningkatan ekspresi gen HIF-1 alpha dianggap sebagai dasar yang paling sering disebutkan untuk menyebabkan pasien PPOK mengalami HK.
Namun, salah satu temuan penting dari penelitian ini menunjukkan, inflamasi sistemik derajat rendah dapat menjadi faktor lain yang lebih dasar terbentuknya HK tersebut.
Hal ini terbukti pada penelitian ini dengan adanya hubungan secara langsung dan tidak langsung dari kerusakan paru yang terlihat pada CTK. Dia berharap ke depan, CTK dapat masuk dalam guideline sebagai pemeriksaan rutin bagi pasien PPOK.
Editor: Vien Dimyati