Jajanan Mengandung MSG Bisa Sebabkan Kecerdasan Anak Berkurang, Mitos atau Fakta?

JAKARTA, iNews.id - Hampir seluruh jenis jajanan di Indonesia mengandung Monosodium Glutamat (MSG). Ini terutama di lingkungan sekolah.
MSG banyak digunakan sebagai penyedap rasa dalam masakan di kehidupan sehari-hari. Namun, mengonsumsi MSG memiliki batasan. Terlebih bagi anak-anak.
Lantas, apa bahayanya jika anak terlalu banyak mengonsumsi jajanan mengandung MSG? Garam sodium dan asam L-glutamat adalah komponen asam amino non esensial pada MSG yang bersifat larut dalam air dan akan berdisosiasi menjadi kation garam sodium serta anion asam glutamate.
Secara kimia, MSG berbentuk seperti bubuk kristal berwarna putih yang terkandung atas 78 persen asam glutamat dan 22 persen sodium dan air.
Asam glutamate yang terkandung dalam MSG tidak memiliki perbedaan dengan asam glutamate yang terkandung dalam tubuh manusia dan dalam bahan-bahan makanan alami, seperti keju, ekstrak kacang kedelai dan tomat.
Dosen D4 Teknologi Laboratorium Medik (TLM) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Baterun Kunsah menjelaskan, rata-rata konsumsi MSG sekitar 0,6 g/hari atau sekitar 0,3- 1.0 g/hari di negara industri. Konsumsi tersebut bisa meningkat tergantung isi kandungan MSG dalam makanan dan tergantung pilihan rasa seseorang.
“Di MSG ada kandungan natrium. Konsumsi yang disarankan adalah 10 miligram per kilogram berat badan. Misal, berat badan 60 kilogram, kita hanya bisa konsumsi 6 gram saja atau cukup 1 sendok teh per hari,” ujar Kunsah, dilansir dari laman resmi UM Surabaya.
Menurut Kunsah, dari hasil penelitian MSG aman dikonsumsi, bahkan oleh bayi. Namun dengan dosis tepat atau tidak berlebihan.
Konsumsi MSG berlebih dapat mengancam kesehatan pada anak. Menteri Kesehatan sudah memberi pernyataan dan meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menarik produk makanan kemasan yang tidak mencantumkan kandungan MSG atau seberapa membahayakan bagi kesehatan manusia.
“Usia anak-anak atau masa pertumbuhan lebih sensitif terhadap efek MSG daripada kelompok dewasa. MSG juga dapat menyebabkan menurunnya fungsi otak,” kata Kunsah.
“Semakin mudah anak mengonsumsi MSG, semakin besar bahaya yang dapat ditimbulkan MSG pada otak sehingga jangka panjang akan mengurangi kecerdasan pada anak,” ujarnya.
Tiga angka kejadian penurunan fungsi kognitif adalah 0,9 persen pada anak di bawah 5 tahun dan 1,94 persen pada anak yang berumur 5-14 tahun.
Dari hasil evaluasi langsung terhadap anak usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi. Selain itu, penggunaan MSG berlebih dapat memberikan efek sitotoksik dan menimbulkan stres oksidatif.
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi di mana kadar radikal bebas di dalam tubuh lebih banyak daripada kadar antioksidan. Dampak Monosodium Glutamat dalam perkembangan otak anak dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan jika dikonsumsi berlebihan.
Dampak negatif tersebut di antaranya adalah chinese restaurant syndrom, kerusakan sel saraf, asma, obesitas dan kegemukan, sakit kepala dan hipertensi, kerusakan sel, serta kerusakan ginjal dan depresi. Hal tersebut dapat mengganggu serta menghambat kerja otak pada anak.
“Menggunakan MSG untuk melezatkan makanan itu tidak apa-apa asalkan tidak dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan,” kata Kunsah.
Editor: Dani M Dahwilani