Jangan Sepelekan Diare dan Penurunan Berat Badan, Bisa Jadi Gejala Kanker Kolorektal
JAKARTA, iNews.id - Belum banyak yang tahu mengenai Kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah penyakit kanker kedua terbanyak atau paling umum di Indonesia.
Kanker kolorektal mulanya terbentuk ketika sel-sel di usus besar atau rektum tumbuh di luar kendali. Kondisi ini sering juga disebut sebagai kanker usus besar. Kanker ini juga bisa diawali dengan pertumbuhan abnormal di usus besar atau rektum yang disebut polip. Seiring waktu, polip bisa berkembang menjadi kanker.
Kanker kolorektal patut diwaspadai oleh semua orang. Data dari Globocan 2020 memperkirakan ada 9.503.710 kasus kanker baru dan 5.809.431 kematian akibat kanker di Asia. Di Indonesia, kanker kolorektal menduduki kasus tertinggi kedua pada pria setelah kanker paru dengan jumlah kasus baru pada kanker kolorektal mencapai 34.189 (8.6 persen).
Kanker kolorektal, selain mengancam jiwa, juga memberikan tantangan bagi penyintas, seperti ketidaknyamanan, stres, dan sebagainya. Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan kanker dengan angka kematian tertinggi diurutan ke-5.
Faktor risiko kanker kolorektal terdiri dari faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah seperti berusia di atas 50 tahun, memiliki riwayat menderita polip, memiliki riwayat infeksi usus besar, memiliki riwayat polip ataupun kanker usus besar dalam keluarga, faktor genetik dan faktor ras dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat diubah antara lain kebiasaan konsumsi berlebih daging merah dan daging olahan, diet tidak seimbang dan kurang sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, konsumsi rokok dan paparan asap rokok, konsumsi alkohol berlebih, menderita gangguan pencernaan berulang dan memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2.
Gejala
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Pusat, Prof. Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan, gejala kanker kolorektal yang dapat muncul yaitu diare, sembelit, buang air besar terasa tidak tuntas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas, pendarahan pada rektum (bagian ujung usus besar), buang air besar berdarah, mual, muntah, perut terasa nyeri, kram, atau kembung serta tubuh mudah lelah.
"Yayasan Kanker Indonesia memberikan dukungan bagi pasien penyintas kanker kolorektal berbagi tentang pengalamannya sebagai survivor. Maka, semakin banyak masyarakat yang memahami tantangan dan solusi untuk membantu meringankan beban penyintas kanker kolorektal,” kata Prof Aru, pada webinar bertema “Kenali, Pahami dan Berteman dengan Kanker Kolorektal” beberapa waktu lalu.
Prof. Aru menambahkan, kanker kolorektal termasuk jenis kanker dengan kemajuan pengobatan paling pesat, dari operasi hingga imunoterapi. Saat ini, kata dia, pengobatan kanker kolorektal yang tersedia di Indonesia sudah beragam, yaitu pengobatan kemoterapi konvensional, terapi target, dan imunoterapi.
Berbagai opsi pengobatan ini memberikan harapan baru bagi pasien kanker kolorektal. Salah satu pengobatan terbaru yaitu imunoterapi adalah jenis pengobatan kanker inovatif yang memanfaatkan kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker. Ini dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik serta meningkatkan harapan hidup pasien.
“Setiap pasien kanker kolorektal akan mendapatkan pengobatan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pasien sehingga hasil yang didapatkan optimal,” ujar Prof. Aru.
Cara Mencegah
Kanker kolorektal berkembang secara lambat, terkadang penyakit ini tidak langsung disadari oleh penderitanya. Apabila disepelekan, akan sangat mengkhawatirkan. Maka perlu dicegah sesegera mungkin.
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini, yakni menjaga pola hidup sehat. Berolahraga secara rutin, menjaga makanan yang dikonsumsi, dan menghindari konsumsi daging merah secara berlebihan.
Perbanyak konsumsi buah dan sayur serta makanan tinggi serat juga membantu pembentukan pola hidup sehat. Hindari gaya hidup tidak sehat seperti mengonsumsi alkohol dan merokok. Kemudian, lakukan deteksi secara rutin.
Penanganan pada Pasien
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik, dr Siti Annisa Nuhonni mengutarakan, didiagnosa kanker adalah kejadian yang tidak dapat digambarkan. Hal ini, kata Siti, berdampak pada penderita kanker dan orang yang mereka cintai.
Memiliki kanker memengaruhi fisik, keadaan sosial, emosional, dan spiritual kehidupan. Ini yang disebut efek psikososial kanker. Sehingga, dibutuhkan intervensi atau pendekatan paliatif untuk membantu pasien kanker secara menyeluruh dan dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhannya (end-to-end support)," ujarnya.
Siti menambahkan, adanya intervensi psikososial yang baik dapat memberikan dampak positif terhadap pasien kanker kolorektal, seperti adanya peningkatan harapan hidup pasien. Pendekatan paliatif dapat, kata dia, juga membantu pasien melalui masa sulit setelah terdiagnosa kanker, hingga dapat menerima dan berdamai dengan keadaan untuk menjalani hidup dengan lebih baik.
"Dukungan dari lingkungan sekitar termasuk kita sebagai masyarakat juga berperan penting dalam menciptakan keadaan psikososial yang baik, menerima pasien kanker terutama pasien kanker kolorektal dengan tangan terbuka dan tanpa memandang sebelah mata dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien-pasien kanker,” tuturnya.
Perjuangan Penyintas
Dewi, salah satu penyintas mengungkapkan awalnya dia tidak merasakan gejala apa pun. Baik itu mual, kembung, ataupun terganggu pencernaannya. Namun, berat badannya turun terus-menerus. Dewi mengaku sempat bingung dengan kondisinya. Saat diperiksa, ternyata Hb saya sudah 5.
"Setelah melalui beberapa proses pemeriksaan, ternyata ditemukan kanker pada bagian kolon. Kebetulan, saya menjalani pengobatan tanpa operasi. Karena proses pengobatan yang cukup berat, saya mengalami trauma hingga tidak ingin disentuh oleh dokter. Saya udah menjalani kemoterapi sebanyak 16 kali. Satu kali kemoterapi dapat memakan waktu 50 jam lebih," katanya.
Kejadian itu terjadi setahun yang lalu. Kini, Dewi mengaku sudah menerima kondisinya karena dukungan dari anak-anak dan keluarga. Sejauh ini, ia selalu konsul dan mengikuti anjuran dokter.
"Jadi, saya tidak pernah mengonsumsi obat-obat lain atau obat herbal," katanya.
Managing Director PT Merck Sharp & Dohme (MSD) Indonesia George Stylianou mengatakan, kolaborasi dan kerja sama antara semua pemangku kepentingan sangatlah penting untuk meningkatkan kelangsungan hidup para pejuang kanker di Indonesia.
Penyintas kanker di Indonesia jumlahnya tidak sedikit, termasuk penyintas kanker kolorektal. Dukungan perlu diwujudkan dalam bentuk aktivitas edukasi yang paling dibutuhkan oleh para penyintas kanker tersebut.
"Kami memahami setiap orang memiliki kebutuhan fisik, psikologi, maupun sosial yang berbeda. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan YKI dalam program edukasi ini," kata George Stylianou.
Editor: Vien Dimyati