Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Minum Segelas Susu Setiap Hari Kurangi Risiko Penyakit Jantung, Ini Penjelasannya
Advertisement . Scroll to see content

Kenali Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi dan Kemungkinan Penanganan Tanpa Operasi

Senin, 31 Mei 2021 - 06:00:00 WIB
Kenali Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi dan Kemungkinan Penanganan Tanpa Operasi
Orang tua harus memperhatikan kemungkinan penyakit jantung bawaan pada anak. (Foto: CDC)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Orang tua harus memerhatikan kemungkinan adanya Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada anak. Semakin cepat terdeteksi, maka semakin kecil risiko keparahannya. 

Faktanya, hanya 8 dari 1.000 bayi baru lahir didiagnosis PJB. Terlebih, baru sekitar 30 persen saja bayi PJB yang memperlihatkan gejala pada beberapa pekan pertama kehidupan. Artinya, ada banyak bayi PJB yang tak terdiagnosis karena tidak menunjukkan gejala. 

Masalah lanjutannya, diterangkan Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Heartology Cardiovascular Center dr Radityo Prakoso, SpJP, yaitu 80 persen penyebab PJB tidak diketahui, sementara 20 persen lainnya berhubungan dengan Mendellian dan velocraniofacial syndrome. 

"Dengan begitu penting sekali orangtua melakukan deteksi dini pada anaknya terkait dengan PJB. Bahkan, bayi dalam kandungan pun bisa dideteksi PJB dengan skrining awal," kata dr Radityo dalam webinar belum lama ini.

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan pada jantung yang berkembang sebelum kelahiran. Gejala dari penyakit ini biasanya ditandai dengan irama jantung tidak normal, sesak napas, kulit biru, tidak dapat makan, dan terjadi pembengkakan jaringan pada tubuh atau organ.

Lebih jauh, dr Radito menerangkan bahwa ada tiga pilihan deteksi dini yang ideal untuk melihat apakah ada risiko PJB pada bayi dalam kandungan, saat lahir, dan sebelum bayi pulang dari rumah sakit. 


Pertama, pemeriksaan ekokardiografi fetus antenatal yaitu skrining yang dilakukan saat bayi masih dalam kandungan. Selanjutnya, pemeriksaan oksimetri denyut ketika bayi baru lahir untuk mengecek kadar oksigen dalam tubuh si bayi. 

"Skrining ketiga adalah skrining klinis rutin pada hari pertama kehidupan dan sebelum bayi dipulangkan dari rumah sakit," ujar dr Radityo. 

Lalu, apa yang bisa dilakukan orangtua saat tahu bayinya ternyata mengidap PJB? 

Dokter Radityo merekomendasikan untuk memilih intervensi non bedah. Tindakan ini jauh dari kata menyeramkan, sebab berbeda dengan tindakan bedah. "Pada intervensi non-bedah, tidak ada atau skar yang terlihat sangat kecil sekali. Kemudian, tindakan ini pun menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien," katanya lagi.

Bukan hanya itu, intervensi non-bedah pada pasien PJB juga secara keseluruhan menurunkan biaya pengobatan. Sejauh ini dikatakan biayanya rendah jika dibandingkan dengan tindakan bedah. 

"Ini bisa terbaca dari waktu inap di rumah sakit yang singkat, karena hari ini tindakan besok bisa pulang. Beda dengan pasien bedah yang memerlukan 5 hingga 10 hari perawatan pascaoperasi. Lalu soal alat-alat tindakan yang lebih simple berbeda dengan bedah," tutur dr Radityo. 

Hal yang jadi pertanyaan sekarang, apakah bayi dengan PJB bisa menerima tindakan intervensi non-bedah ini? 

"Saat ini teknologi semakin canggih dan memungkinkan bayi dengan berat 3 kilogram untuk dilakukan intervensi non-bedah. Bahkan, teknik intervensi non bedah dengan zero fluoroscopy menjadi alternatif yang menjanjikan karena nihil radiasi dan ini sangat bermanfaat bagi semua pasien, khususnya pasien anak kecil maupun ibu hamil," kata dr Radityo lagi. 

Editor: Dyah Ayu Pamela

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut