Makan Gorengan Tiap Hari Saat Buka Puasa, Amankah?
JAKARTA, iNews.id - Makan gorengan tiap hari saat buka puasa seolah menjadi tradisi oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Sajian gurih dan renyah ini memang menggoda selera, apalagi saat perut kosong setelah seharian menahan lapar dan haus.
Meskipun lezat, makanan ini tinggi kalori dan lemak jenuh yang tidak baik bagi kesehatan. Maka dari itu, konsumsi yang berlebihan sangat tidak dianjurkan.
Melansir dari situs Eat This, Not That pada Kamis (21/3/2024), mengonsumsi makanan yang digoreng secara terus-menerus dapat menyebabkan komplikasi yang merugikan.
Adapun lima efek samping yang dapat Anda alami jika terlalu sering mengonsumsi jenis makanan ini adalah sebagai berikut.
Menurut penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Heart, makanan yang digoreng sangat terkait dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular utama, termasuk serangan jantung dan stroke.
Para peneliti mengumpulkan data dari 17 penelitian berbeda, yang melibatkan lebih dari 560.000 peserta dan lebih dari 36.700 kejadian kardiovaskular utama untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular.
Dari penelitian tersebut, kelompok yang makan gorengan paling banyak mempunyai risiko 28% lebih tinggi terkena stroke dan serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang makan gorengan hanya sekali dalam seminggu.
Analisis gabungan yang sama juga mengungkapkan bahwa peserta yang makan gorengan dalam jumlah tertinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner sebesar 22%.
Ashely Kitchens, MPH, RD, LDN sebelumnya menjelaskan bagaimana makanan yang digoreng dapat merusak kesehatan jantung seseorang.
“Saat makanan digoreng, kalorinya menjadi lebih padat karena bagian luar makanan kehilangan air dan menyerap lemak [atau] minyak,” katanya.
Minyak yang digunakan dalam makanan yang digoreng mengandung lemak trans, yang telah terbukti meningkatkan LDL atau low-density lipoprotein. Kolesterol tinggi ini dapat menumpuk di dinding arteri dan menyebabkan penyakit jantung yang dikenal sebagai aterosklerosis.
Kesimpulan ketiga dari penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Heart adalah bahwa partisipan yang paling banyak mengonsumsi gorengan memiliki risiko gagal jantung sebesar 37% lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mengonsumsi gorengan lebih sedikit.
Gagal jantung digambarkan sebagai kondisi kronis dan progresif di mana otot jantung tidak mampu memompa darah sebanyak yang seharusnya, menurut American Heart Association.
Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa, dengan setiap tambahan 114 gram gorengan yang dikonsumsi per minggu, risiko tersebut meningkat sebesar 12%.
Penambahan berat badan berdampak langsung pada lemak tubuh, dan penelitian menunjukkan bahwa penyakit kronis dapat disebabkan oleh peningkatan BMI.
Meskipun sedikit penambahan berat badan tidak terlalu menjadi kekhawatiran, namun penambahan berat badan yang terus menerus akibat perubahan gaya hidup dapat menjadi kekhawatiran seiring berjalannya waktu.
Sebuah penelitian pada tahun 2014 yang diterbitkan dalam The American Journal of Clinical Nutrition menemukan bahwa seringnya konsumsi makanan yang digoreng dikaitkan secara signifikan dengan risiko terkena diabetes tipe 2.
Para peneliti di Harvard School of Public Health menemukan hasil serupa setelah memeriksa data lebih dari 100.000 pria dan wanita selama 25 tahun.
Mereka menemukan bahwa peserta yang makan gorengan antara empat dan enam kali seminggu memiliki peningkatan risiko 39% terkena diabetes tipe 2, dibandingkan dengan mereka yang memakannya kurang dari sekali seminggu. Lebih jitu lagi? Peserta yang makan makanan tersebut tujuh kali atau lebih per minggu memiliki peningkatan risiko 55% terkena kondisi tersebut.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa makan gorengan tiap hari saat buka puasa tidak aman bagi kesehatan dan dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit.
Oleh sebab itu, Anda harus bisa membatasinya dengan hanya mengonsumsi gorengan maksimal seminggu sekali dalam porsi kecil.
Pertanyaan mengenai makan gorengan tiap hari saat buka puasa, amankah sudah terjawab bukan? Semoga artikel ini bermanfaat.
Editor: Komaruddin Bagja