Marak Pernikahan Anak, Psikolog: Bisa Menimbulkan Trauma Besar
JAKARTA, iNews.id - Belakangan ini kita dihebohkan dengan kabar pernikahan anak di bawah umur yang terjadi di Kalimantan Selatan (Kalsel). Pernikahan dua anak berusia 13 tahun untuk mempelai pria dan mempelai perempuan 15 tahun itu pun sempat viral di dunia maya.
Di luar itu, kasus pernikahan anak di Indonesia sudah bukan lagi rahasia umum. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, ada 25,71 persen kasus pernikahan anak di Indonesia. Angka persentase ini juga kemudian membawa Indonesia berada di urutan ketujuh dunia dengan kasus pernikahan anak.
Ini menjadi masalah, sebab banyak dampak buruk yang menimpa anak, terutama perempuan. Psikolog Anak dan Remaja Novita Tandry mengatakan, banyak kasus anak yang menikah dini mengalami permasalahan pada diri dan pernikahannya.
"Saya punya beberapa kasus anak yang menikah di usia dini. Salah satu permasalahan yang sering ditemui adalah tingkat perceraian yang tinggi, karena (anak) belum siap," kata Novita Tandry saat Diskusi Media Majalah Sindo Weekly di Millenium Hotel, Jakarta Pusat, Senin (6/8/2018).
Akibatnya, kata dia, si anak yang menikah tadi tak hanya memiliki anak lagi, tetapi juga menjadi janda di usia yang sangat muda. Ketidaksiapan itu, sambung dia, bukan cuma soal reproduksi, tetapi juga soal mental si anak dalam menghadapi kehidupan rumah tangga.
Anak-anak di usia 13 tahun hingga 16 tahun, sambung Tandry, juga mengalami masa-masa pubertas, di mana faktor hormonal sangat menentukan emosi seseorang.
"Di usia ini, hormonal anak begitu bergejolak. SD, SMP, SMA adalah masa-masa galau, kita enggak tahu perasaan hati kita. Kita enggak ngerti dengan situasi hati kita," ucapnya.
Tak cuma itu, kata dia, pernikahan anak di bawah umur tak jarang juga menimbulkan trauma besar. Dan, penyembuhannya tidak mudah, serta butuh bertahun-tahun prosesnya.
"Mengobati seorang perempuan yang begitu trauma dengan pernikahan anak, butuh bertahun-tahun. Kalau bukan trauma, (dan pernikahan) bagian dari budaya, dia akan meneruskan (lagi pada anaknya), seperti lingkaran setan," ucapnya.
Maka itu, dia menekankan betapa pentingnya mencegah pernikahan anak dengan mengedukasi para orangtua tentang hak-hak anak, serta dampak menikahi di bawah umur.
Editor: Tuty Ocktaviany