Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Setahun Prabowo-Gibran: 41,8 Juta Orang Ikut Program Cek Kesehatan Gratis
Advertisement . Scroll to see content

Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Disebabkan karena Asap Rokok dan Polusi Udara 

Jumat, 02 Juni 2023 - 19:10:00 WIB
Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Disebabkan karena Asap Rokok dan Polusi Udara 
Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Foto: Nhlbi))
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Penyakit paru-paru memang tidak bisa disepelekan. Apalagi jika penyakit tersebut sudah mencapai tingkat kronis, dampaknya akan sangat fatal.

Ya, penyakit paru kronis dulu dikenal sebagai penyakit paru obstruktif menahun, kini sekarang dikenal dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

PPOK menyebabkan gangguan serius pada fungsi kesehatan paru dan menyebabkan keluhan sesak napas, batuk kronis, produksi dahak berlebihan, kelelahan yang menurunkan ambang aktivitas fisik, dan peningkatan risiko infeksi paru. 

Seseorang yang mengalami PPOK dalam tingkat ringan mungkin tidak merasakan keluhan atau gejala tertentu. Namun, ini merupakan suatu kondisi yang berbahaya karena jika faktor risikonya tidak dihindari, penyakit ini akan semakin memburuk seiring berjalannya waktu.  

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril mengatakan, PPOK dapat dicegah dan diobati. Namun, saat ini masih menjadi masalah utama pada kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Sebagian besar pasien tidak menyadari gejalanya, belum terdiagnosis dengan tepat, atau mendapatkan pengobatan yang belum optimal. Untuk itu, diperlukan deteksi PPOK lebih dini bagi masyarakat serta optimalisasi terapi untuk mencegah eksaserbasi dan rawat inap. 

"Upaya ini dapat dilakukan melalui kegiatan skrining dan diagnosis PPOK secara terintegrasi. Pemerintah melalui Kemenkes berkomitmen untuk memperluas akses skrining serta pembaruan edukasi PPOK bagi nakes dan awam,” tutur Syahril melalui keterangannya belum lama ini.

Faktor Risiko 

Faktor risiko utama PPOK adalah merokok (aktif dan pasif) dan paparan polutan udara, termasuk asap dan zat berbahaya di lingkungan sekitar. Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi PPOK mencapai 3,7 persen. 

Inisiatif Global untuk PPOK (GOLD) 2023 memperkirakan angka prevalensi PPOK hingga 2060 akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah orang yang merokok. Selain pengaruhnya pada kesehatan, PPOK juga mempunyai dampak signifikan terhadap ekonomi, baik akibat biaya perawatan atau karena hilangnya produktivitas pasien yang mencapai miliaran dolar setiap tahunnya. 

Guru Besar Departmen Pulmonologi dan Kedokteran Resparasi FKUI Wiwien Heru Wiyono mengatakan, penyebab pertama penyakit paru kronik ini adalah asap rokok dan didukung pengaruh zat lainnya yang ada di udara.

"Bukti nyata sudah ada. Penyakit paru ini akibat merokok. Selama angka merokok tinggi, PPOK akan meningkat. Penelitian kami, pada orang yang tidak merokok itu lebih tinggi angka prevelensinya. Berarti bukan akibat asap rokok saja tapi juga karena polusi. Tapi utamanya karena merokok," kata dr Wiwien.

Dr Wiwien menambahkan, untuk melakukan terapi PPOK memang harus menggunakan gunakan obat seumur hidup. Baik untuk obat asma dan PPOK. "Kalau bisa obat dosis kecil sehingga efek samping gak besar. Biasanya, itu obat hirup, kemudian, dikombinasi, ada yang butuh obat pelengkap singkat, jangka lama, dan jangka lama disesuaikan dengan tipenya," kata dr Wiwien.

Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Triya Damayanti mengungkapkan, perburukan PPOK umumnya berkembang secara bertahap dan sering kali tidak terdiagnosis atau tertangani dengan optimal. 

"Untuk mencegah perburukan dan eksaserbasi, serta mencapai hasil pengobatan PPOK sesuai yang diharapkan, diperlukan kesadaran bersama untuk memahami sifat dan perjalanan PPOK, juga untuk mengawali pengobatan PPOK yang tepat lebih dini. Di samping itu, kepatuhan pengobatan pasien ikut mengambil peran penting,” kata Triya. 

Kerja Sama Peduli Paru

President Director & General Manager GlaxoSmithKline Indonesia, Manish Munot menjelaskan, sebagai salah satu perusahaan biofarmasi global yang memimpin dalam portofolio pernapasan, serta lebih dari 50 tahun pengalaman di portofolio pernapasan, GSK berkomitmen membantu pasien bernapas lebih baik dengan terus berinovasi untuk PPOK.

"GSK berkomitmen penuh dalam memperkuat kolaborasi dengan PDPI dan Kemenkes, utamanya dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang PPOK melalui program kampanye Peduli Paru OK. Sekaligus, secara aktif berkontribusi dalam edukasi berkelanjutan bagi nakes secara digital melalui platform EducAIR,” katanya. 

Country Medical Director GSK Indonesia, dr. Calvin Kwan menambahkan, Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, saat ini PPOK menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia, dengan jumlah kematian lebih dari 3 juta jiwa. 

"Platform EducAIR adalah platform e-learning atau continuous medical education (CME) berbasis digital yang telah dimulai sejak September 2021. Ditujukan bagi dokter umum dan dokter paru untuk melengkapi pemahaman seputar Asma dan PPOK dengan harapan dapat mendukung tatalaksana Asma dan PPOK yang optimal,” katanya.

Editor: Vien Dimyati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut