Penting Diketahui, Kiat Menjaga Kesehatan Kulit Bayi dari Risiko Ruam
JAKARTA, iNews.id - Kulit bayi memiliki sensitivitas yang tinggi dan mudah terkena ruam. Beberapa jenis ruam yang sering muncul adalah eksim atau dermatitis atopik, serta ruam popok.
Semua jenis ruam tersebut sebaiknya tidak diabaikan. Beberapa kasus ruam memerlukan perawatan yang cermat. Bagaimana orang tua dapat mengatasi ruam pada kulit bayi? Simak penjelasan berikut.
Penyebab dan Gejala
Sebagian besar bayi pasti pernah mengalami ruam popok. Kondisi ini dapat terjadi karena berbagai alasan, tetapi penyebab umumnya adalah bayi menggunakan popok yang telah terkontaminasi oleh tinja atau urin dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dapat menyebabkan iritasi yang akhirnya menghasilkan ruam kemerahan. Pada beberapa kasus, ruam popok disebabkan oleh penggunaan popok yang terlalu ketat dan adanya pertumbuhan bakteri yang mengganggu.
Gejala ruam biasanya ditandai dengan kulit yang merah dan iritasi. Kadang-kadang, ruam popok dapat menyebabkan pembengkakan pada kulit. Jika dibiarkan semakin parah, ruam popok dapat menyebabkan luka pada kulit.
Ruam kemerahan ini biasanya terjadi di daerah yang terkena popok, seperti bokong, area sekitar kelamin, dan paha. Tanda-tanda umum yang sering terjadi adalah adanya bercak merah pada kulit, kekeringan dan lepuhan, atau luka lecet pada area tertentu.
Dokter Spesialis Anak, Andreas, M.Ked (Ped), Sp.A, menjelaskan, ruam popok juga bisa muncul karena kemampuan, fungsi dan anatomi kulit bayi tidak sama dengan orang dewasa, sehingga, bahan-bahan popok yang basah atau lembap dapat memicu infeksi jauh lebih cepat dari orang dewasa.
Ruam popok, kata dia, paling sering terjadi pada bayi baru lahir atau newborn. Namun, menurutnya, rata-rata ruam popok terjadi biasanya di bawah usia sembilan bulan. “Bayi di bawah usia 9 bulan juga meningkatkan risiko ruam popok karena fungsi kulitnya belum sebaik orang dewasa,” ujar dr Andreas melalui keterangannya belum lama ini.
Popok Daya Serap Tinggi
Untuk mencegah ruam popok dan masalah kulit lainnya, dr Andreas merekomendasikan popok yang memiliki daya serap tinggi dan memiliki rongga, serta sirkulasi udara yang baik.
Penggunaan popok sekali pakai terus berkembang secara global hingga saat ini. Makuku sebagai pelopor era SAP (Super Absorbent Polymer) menciptakan popok dengan teknologi baru dengan daya serap yang tinggi untuk mengurangi risiko ruam popok pada si kecil.
CEO Makuku, Jason Lee optimistis terhadap perkembangan dan prospek industri maternal dan bayi di Indonesia. Menurut data epidemiologi, kasus ruam popok terjadi pada 65 persen bayi dan kasus tertinggi terjadi di usia 6-12 bulan.
"Komitmen kami adalah menciptakan produk yang dapat menjadi solusi bagi kesehatan kulit si kecil, terutama mencegah risiko ruam popok," katanya.
Jason menjelaskan, Makuku SAP Diapers diciptakan dengan inti struktur SAP tanpa campuran bubur kayu sehingga mampu menyerap lebih maksimal dan mengunci cairan sehingga tidak menyebabkan gumpalan dan osmosi balik.
"Selain kemampuan penyerapan yang tinggi, juga memiliki ketebalan hanya 1,66 mm dan menjadi popok paling tipis di antara produk sejenis sehingga lebih nyaman digunakan si kecil saat beraktivitas seharian," ujarnya.
Selain menciptakan produk dengan kualitas tinggi, Jason menambahkan, selama dua tahun di Indonesia Makuku juga telah berupaya membuktikan komitmen untuk membantu ibu mengurangi risiko ruam popok si kecil.
"Selain berkolaborasi dengan puluhan rumah sakit dan tenaga ahli serta brand premium ternama di industri bayi, Makuku juga telah menciptakan komunitas sendiri yang kini sudah mencapai lebih dari 3.000 orang. Program konsultasi gratis dengan dokter juga sudah dilakukan secara langsung kepada Ibu di Indonesia, baik secara online maupun secara offline," kata Jason.
Dia menambahkan, akan secara konsisten mengedukasi masyarakat mengenai keunggulan inti struktur SAP yang mampu mengurangi risiko ruam kulit.
"Upaya yang dilakukan oleh Makuku untuk mengedukasi para Ibu adalah bentuk dukungan terhadap fokus pemerintah untuk menjaga kesehatan keluarga dan si kecil,” tuturnya.
Editor: Vien Dimyati