Pertama Kali di Islandia Ada Nyamuk, Ahli: Perubahan Iklim Nyata!
JAKARTA, iNews.id - Ahli Global Health Security Griffith University Australia dr Dicky Budiman menanggapi laporan untuk pertama kalinya ada nyamuk di Islandia. Apakah ini cikal bakal wabah baru di dunia?
Dunia dikejutkan dengan laporan telah ditemukan nyamuk Culiseta annulata di Islandia. Ini menjadi kejadian pertama dalam sejarah dunia.
Nyamuk Culiseta annulata memiliki karakter dapat bertahan di suhu dingin. Nyamuk jenis ini banyak ditemukan di Eropa, khususnya di bagian Utara.
Nah, dengan temuan ini, apa yang harus diketahui masyarakat? Apakah bakal ada wabah penyakit baru?

Menurut dr Dicky Budiman, poin pertama yang harus diketahui adalah perubahan iklim nyata.
"Nyamuk itu sangat sensitif terhadap kehangatan. Dia bakal bergerak cepat ke arah yang hangat dan cenderung menghindari suhu dingin," kata dr Dicky saat dihubungi iNews.id, Selasa (21/10/2025).
"Ini artinya, ada kemungkinan daerah ditemukannya nyamuk di Islandia itu memiliki suhu yang berubah lebih hangat dan ini bisa terjadi salah satunya karena perubahan iklim," sambungnya.
Kemudian, nyamuk adalah hewan yang bisa membawa penyakit, sama seperti kutu dan tikus. Ketika ditemukan nyamuk di tempat yang sebelumnya kecil kemungkinan ditemukan, maka ada potensi penyebaran penyakit di area tersebut.
Namun, kata dr Dicky, itu akan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya sumber virus atau manusia yang menetap di wilayah tersebut. "Kalau saya nilai, kemunculan nyamuk di Islandia ini masih sangat jauh untuk menjadi penyakit yang harus diwaspadai," tegasnya.
Dengan kata lain, untuk menjadi risiko kesehatan global, dr Dicky memastikan belum akan ke arah sana. Tapi, perubahan ke depan tidak bisa diabaikan.
Karena itu, dengan temuan ini harus menjadi motivasi untuk memperkuat pengawasan vektor, memperhatikan perubahan habitat, dan mempersiapkan sistem kesehatan yang lebih tanggap.
"Untuk Indonesia, surveilans diperkuat mengingat di Indonesia ini banyak sekali jenis nyamuk yang bisa ditemui," kata dr Dicky.
Editor: Muhammad Sukardi