Polusi Udara Jakarta Masuk Jajaran Terburuk di Dunia, Work From Home Bisa Jadi Solusi?
JAKARTA, iNews.id - Polusi udara di Jakarta tengah menjadi perbincangan. Sebab, saat ini, kualitas udara di Jakarta masuk dalam jajaran yang terburuk di dunia.
Tentu ini menjadi concern bagi masyarakat yang tinggal maupun melakukan aktivitas sehari-hari di Jakarta. Bahkan, polusi udara yang buruk dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Kanker Nasional Rumah Sakit Dharmais, Dokter R Soeko Werdy Nindito. Dia mengatakan, polusi adalah salah satu terjadinya pencetus kanker bagi manusia.
"Penyebab kanker itu, diduga penyebabnya banyak faktor. Faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup. Tingkat polusi itu sedikit banyak juga bisa menjadi faktor pencetus kanker sebetulnya," kata dr Soeko saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (11/8/2023).
Namun, dia mengatakan, tidak semua orang bisa terkena kanker di lingkungan yang sama. Sebab, ada juga faktor lain yang bisa menjadi pencetus kanker.
"Itu yang harus diteliti lebih dalam, untuk membuktikan bahwa tingkat polusi itu langsung berdampak pada kanker," katanya.
Bekerja dari rumah jadi solusi?
Di lain sisi, pakar kesehatan Profesor Zubairi Djoerban mengatakan, bahwa work from home (WFH) atau bekerja dari rumah dapat dipertimbangkan sebagai solusi. Sebab, dengan begitu, aktivitas masyarakat di luar rumah berkurang.
"Saya setuju dengan usulan WFH yang sebelumnya pernah diterapkan saat pandemi Covid-19," kata Prof. Zubairi Djoerban, Jumat (11/8/2023).
Menurut Prof Zubairi Djoerban, kondisi ketika WFH diterapkan, tidak mengurangi kinerja dalam pekerjaan. Selain itu, kualitas udara pun berangsung-angsur membaik.
Mundur pada tahun 2020, kondisi udara Jakarta memang diklaim membaik. Bahkan, peningkatan kualitas udara mencapai 50 persen dibandingkan tahun 2019.
Selain itu, dokter asal Yogyakarta ini juga menyarankan WFH bisa dipadukan dengan sistem empat hari kerja. Sebab, bekerja empat hari seminggu mampu membawa dampak baik dalam pekerjaan.
"Dalam suatu penelitian, penerapan empat hari bekerja justru menunjukkan adanya peningkatan produktivitas kerja, meningkatkan moral karyawan, hingga pengalaman kerja yang lebih baik. Ini kan positif," kata Prof Zubairi.
Perlu diketahui, Indonesia sampai saat ini masih menetapkan lima hari atau bahkan enam hari kerja. Tapi, di Jepang, sistem empat hari kerja sudah diterapkan sebagai bentuk dukungan kesehatan karyawan, waktu untuk keluarga, serta kehidupan sosial.
Jepang bukan satu-satunya di dunia yang menerapkan aturan tersebut, melainkan juga Selandia Baru, Islandia, Belgia, dan Jerman. Walaupun, Prof. Zubairi menjelaskan, sistem bekerja seperti ini mungkin tidak bisa diterapkan untuk semua bidang pekerjaan, terutama restoran atau rumah sakit.
Tapi, solusi gabungan antara WFH dan empat hari kerja, kata dia, dapat menangani polusi udara yang kian memburuk, sehingga patut untuk dipertimbangkan di Indonesia.
"Khususnya di kota-kota besar untuk tujuan yang juga besar; kesehatan karyawan, produktivitas, work-life balance, dan kualitas udara yang lebih baik," ujar dia.
Editor: Siska Permata Sari