Tekan Angka Stunting Jadi Prioritas, Ini Tantangan bagi Nila Moeloek
JAKARTA, iNews.id - Perbaikan gizi dan pencegahan penyakit tak menular (PTM) mematikan masih menjadi prioritas Kementerian Kesehatan RI di tahun ini. Salah satunya adalah menekan angka stunting pada bayi dan balita yang masih berada di atas batas rekomendasi World Health Organization (WHO).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka stunting menurun menjadi 30,8 persen dari angka 37,2 persen pada Riskesdas 2013. Namun, ini masih di atas angka toleransi WHO yakni 20 persen.
"Stunting adalah masalah gizi kronis yang mana keluarga dan masyarakat belum merasa bahwa itu adalah masalah. Ini karena belum banyak yang mengetahui penyebab, dampak dan pencegahannya," kata Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek kepada iNews.id di Gedung Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (6/2/2019).
Dia mengatakan, ketidakpahaman masyarakat terhadap perilaku berisiko yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya stunting, menjadi salah satu tantangan bagi Kemenkes untuk memangkas angka persentase stunting di Indonesia. Oleh sebab itu, diperlukan sinergi lintas sektor untuk upaya percepatan pencegahan stunting.
Perilaku berisiko yang dapat berkontribusi meningkatkan angka stunting di antaranya pola makan tidak tepat pada anak, termasuk makanan pendamping ASI (MPASI), pola asuh yang tidak tepat, pemanfaatan air bersih dan sanitasi bersih yang kurang memadai, polusi, asap rokok, kekurangan gizi mikro, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
"Penting untuk mengubah perilaku (gaya hidup), harus diawali dari diri sendiri. Misalnya ingin hamil, harus memperhatikan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) (untuk mencegah stunting)," kata Nila.
Dia juga menekankan betapa pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan yang dapat menjadi bekal untuk membesarkan generasi berikutnya.
"Tentara memang membawa bedil untuk mempertahankan negara. Tetapi 50 persen negara ada di pundak kaum ibu," ucapnya.
Sementara itu, upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan di antaranya intervensi gizi spesifik dengan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan untuk remaja putri dan 1.000 HPK.
Selain itu, ada intervensi gizi sensitif, di mana melibatkan peran lintas sektor.
“Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk ketersediaan air bersih dan sanitasi, Kementerian Perdagangan untuk pembinaan iodisasi garam, BPOM sebagai keamanan dan standarisasi pangan, dan BKKBN untuk pendidikan kesehatan reproduksi remaja. Lalu Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, dan Kementerian Pendidikan,” ucapnya.
Editor: Tuty Ocktaviany