Viral Gen Z Kena Stroke gegara Suka Memendam Stress, Ini Faktanya!
JAKARTA, iNews.id - Viral di media sosial curhatan seorang Gen Z yang mengaku kena stroke gegara suka memendam emosi ketika stress. Kok bisa?
Ramai di jagat maya seorang wanita yang mengaku Gen Z kena stroke gegara memendam emosi ketika stress. Dia tidak tahu, sikap tidak bercerita di kala stress dapat menyebabkan masalah serius.
"Dahlah gak usah cerita ke siapa-siapa, sudah biasa stress kayak gini," kata si netizen, dikutip Kamis (20/11/2025).
"Anjay, stroke di usia 20 tahun dan langsung ditaruh di HCU (high care unit)," tambahnya.
Setelah konten ini viral, banyak netizen yang merasa 'kesentil' dengan apa yang dialami si netizen. Sikap memendam perasaan atau emosi saat stress rupanya banyak dilakukan generasi muda saat ini.
Dan akibat curhatan itu, banyak netizen yang mengaku tidak mau lagi 'mendem' sendiri segala emosi yang dirasakan. Beberapa berargumen, itu kenapa banyak orang yang suka curhat di media sosial untuk menumpahkan emosinya, karena mereka bingung bercerita kepada siapa.
"Guys, please normalisasiin orang bacot sendiri di medsos, itu dia lagi numpahin emosinya," kata @sud***.
"Ada teman aku juga kak, suka mendem sendiri, lama-lama capek dan akhirnya burn out tanpa sebab," ungkap @der***.
Sementara itu, banyak juga netizen yang penasaran apa kaitannya antara memendam emosi dengan stroke, apakah semenakutkan itu efek dari memendam emosi? Simak pembahasan selengkapnya.
Menurut laporan Nurse Registry, stres kronis dapat meningkatkan risiko stroke secara signifikan melalui beberapa jalur fisiologis, termasuk tekanan darah tinggi, peradangan pembuluh darah, dan mekanisme pembekuan darah yang berbahaya.
Jika Anda saat ini sedang kewalahan dengan segala beban di pikiran, hingga menyebabkan kurang tidur, nafsu makan menurun, semangat hidup berkurang, maka disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Atau setidaknya menumpahkan beban itu, jangan dipendam sendirian.
Sebab, penelitian membuktikan bahwa individu yang mengalami stres psikologis berkepanjangan, menghadapi risiko stroke 22% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak stress.
"Individu dengan kadar kortisol yang terus meningkat mengalami peradangan arteri, disfungsi endotel, dan percepatan aterosklerosis, yang mana semua itu berisiko menyebabkan stroke," ungkap laporan laman kesehatan tersebut.
Hormon kortisol adalah hormon stres. Hormon ini ada di tubuh manusia untuk membantu tubh merespons stress, mengatur tekanan darah, metabolisme glukosa, dan mengurangi peradangan. Produksi kortisol yang tidak seimbang dapat menyebabkan masalah kesehatan termasuk stroke.
Dijelaskan lebih lanjut, stres itu memicu serangkaian respons hormonal yang secara mendasar mengubah struktur dan fungsi sistem kardiovaskular manusia.
Jadi, ketika otak merasakan ancaman, hipotalamus segera mengaktifkan sistem saraf otonom. Mekanisme bertahan hidup ini membantu seseorang keluar dari bahaya.
Bersamaan dengan itu, adrenalin menyempitkan pembuluh darah dan ini mempercepat denyut jantung, sehingga menimbulkan badai yang dahsyat bagi kerusakan pembuluh darah.
So, disarankan untuk tidak menyimpan sendiri beban pikiran atau emosi besar. Akan lebih baik jika bercerita atau menyampaikannya kepada ahli, sehingga ada solusi terbaik atas masalah yang dipikirkan.
Editor: Muhammad Sukardi