JAKARTA, iNews.id - Inilah arti Nisfu Syaban yang perlu diketahui oleh seorang muslim. Nisfu Syaban adalah istilah yang digunakan dalam kalender Islam yang merujuk pada pertengahan bulan Syaban, bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriah.
Arti Nisfu Syaban
Kata “nisfu” berarti setengah atau pertengahan, sementara “Syaban” adalah nama bulan itu sendiri.
Memaksimalkan Zakat lewat Cara Kultural dan Struktural
Dalam konteks keagamaan, Nisfu Syaban memiliki signifikansi khusus karena dianggap sebagai waktu untuk memperbanyak ibadah dan doa, mencari pengampunan, dan mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan
Sejarah Nisfu Syaban
Dilansir dari NU Online, dalam kitab Al-Mawahib Al-Laduniyah karya Al-Imam Al-Qasthalani (wafat 923 H) dijelaskan terkait awal mula adanya peringatan malam Nisfu Sya'ban. Berikut penjelasannya;
Sejarah Malam Nisfu Syaban, Amalan, dan Keutamaannya
وقد كان التابعون من أهل الشام، كخالد بن معدان، ومكحول يجتهدون ليلة النصف من شعبان فى العبادة، وعنهم أخذ الناس تعظيمها، ويقال: إنه بلغهم فى ذلك آثار إسرائيلية، فلما اشتهر ذلك عنهم اختلف الناس، فمنهم من قبله منهم، وقد أنكر ذلك أكثر العلماء من أهل الحجاز، منهم عطاء، وابن أبى مليكة، ونقله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن فقهاء أهل المدينة، وهو قول أصحاب مالك وغيرهم، وقالوا: ذلك كله بدعة
Artinya, "Tabi'in tanah Syam seperti Khalid bin Ma'dan dan Makhul, mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam Nisfu Sya'ban. Nah dari mereka inilah orang-orang kemudian ikut mengagungkan malam Nisfu Sya'ban. Dikatakan, bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat (kabar atau cerita yang bersumber dari ahli kitab, Yahudi dan Nasrani yang telah masuk Islam) tentang hal tersebut. Kemudian ketika perayaan malam Nisfu Sya'ban viral, orang-orang berbeda pandangan menanggangapinya. Sebagian menerima, dan sebagian lain mengingkarinya. Mereka yang memgingkari adalah mayoritas ulama Hijaz, termasuk dari mereka Atha' dan Ibnu Abi Malikah. Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari kalangan fuqaha' Madinah menukil pendapat bahwa perayanan malam Nisfu Sya'ban seluruhnya adalah bid'ah. Ini juga merupakan pendapat Ashab Maliki dan ulama selainnya."
7 Keutamaan Malam Nisfu Syaban, Malam Pengampunan hingga Dikabulkan Segala Doa
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa awal mula peringatan malam Nisfu Syaban bermula dari sekelompok ulama Tabi'in di daerah Syam.
Dengan kata lain, peringatan ini belum ada pada masa Rasulullah dan Sahabat, melainkan baru muncul pada zaman Tabi'in. Praktik peringatan malam Nisfu Sya'ban yang dilakukan saat ini didasarkan pada kebiasaan sebagian ulama Tabi'in di wilayah Syam, yang sekarang dikenal sebagai Suriah.
Apa Itu Malam Nisfu Syaban, Pengertian dan Dalilnya Beserta Keutamaan
Hukum mengenai memperingati malam Nisfu Sya'ban memiliki dua pendapat yang berbeda di kalangan ulama Syam.
Pertama, ada pandangan yang menyatakan bahwa disunahkan untuk merayakan malam Nisfu Sya'ban secara berjamaah di masjid. Khalid bin Ma'dan dan Lukman bin Amir, misalnya, mengenakan pakaian terbaik, membakar dupa (bukhur), dan melakukan i'tikaf di dalam masjid pada malam tersebut.
Tata Cara Sholat Nisfu Syaban Sendiri, Lengkap dengan Niatnya
Pendapat ini diterima oleh Ishaq bin Rahawaih, yang tidak mengingkari tindakan mereka. Ia juga menyatakan bahwa menghidupkan malam Nisfu Sya'ban secara berjamaah di masjid bukanlah bid'ah. Harb Al-Karmani telah menyampaikan pendapat ini dalam kitab Masa'ilnya.
Sementara itu menurut Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah (Ketua Komisi Tetap bidang Penelitian dan Fatwa Islam, Saudi Arabia), kedua perayaan, yaitu Nishfu Sya'ban dan malam 27 Rajab, merupakan perkara baru dalam agama, tidak memiliki dasar dalil yang sahih.
Tidak terdapat bukti yang valid dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang menyebutkan bahwa malam 27 Rajab adalah malam Isra Mi'raj. Bahkan, hal ini tidak disebutkan dalam hadits-hadits yang dianggap tidak sahih oleh ulama.
Bahkan jika kita asumsikan bahwa 27 Rajab memang malam Isra Mi'raj, perayaan khusus tidak boleh dilakukan, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian" (QS. Al Mumtahanah: 6), yang artinya kita harus mencontoh perbuatan dan meninggalkan hal-hal yang tidak dilakukan oleh Rasulullah.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagai teladan utama, tidak pernah melakukan perayaan tersebut. Jika memang perayaan tersebut disyariatkan, tentu beliau akan segera melakukannya dan mengajarkannya kepada umatnya. Namun, kenyataannya, tidak ada tindakan atau ajaran tersebut dari beliau.
Para sahabat yang sangat amanah dan menjadi teladan setelah Rasulullah juga tidak pernah merayakan perayaan-perayaan tersebut. Jika para sahabat pernah melakukannya, tentu para tabi'in akan mengikutinya.
Perkara baru dalam agama, baik di generasi kedua atau ketiga, tidak memiliki dalil yang sahih. Hanya tindakan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya yang dapat dijadikan dalil. Oleh karena itu, perayaan-perayaan seperti Maulid Nabi, malam Nishfu Sya'ban, dan malam 27 Rajab sebaiknya dihindari dan umat Muslim harus berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah.
Keutamaan Bulan Syaban
1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Sering Berpuasa di Bulan Sya’ban
Berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berpuasa hingga terkadang tidak berbuka sehingga dianggap tidak pernah berbuka, atau beliau juga kadang berbuka sehingga dianggap tidak pernah berpuasa. ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma menyatakan bahwa beliau tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa sebulan kecuali pada bulan Ramadhan. Namun, beliau melakukan puasa lebih banyak pada bulan Sya’ban.
Abu Salamah, meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban, dan beliau melaksanakan puasa sepenuhnya pada bulan Sya’ban. Beliau juga menyarankan untuk melakukan amal sunnah semampu yang dapat dilakukan, karena Allah tidak merasa bosan dengan amalan yang dijalankan terus-menerus.
Abdullah bin Abi Qays melaporkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa bulan yang paling disukai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa adalah bulan Sya’ban. Oleh karena itu, beliau menyambungkan puasa bulan Sya’ban dengan puasa bulan Ramadhan
2. Bulan Syaban adalah Bulan Diangkatnya Amal-amal Manusia kepada Allah Ta’ala
Usamah bin Zaid meriwayatkan bahwa beliau pernah ditanya mengenai puasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Sya’ban. Beliau menjawab bahwa bulan tersebut sering diabaikan oleh banyak orang antara Rajab dan Ramadhan. Namun, bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, beliau menyukai agar amalnya diangkat dalam keadaan sedang berpuasa.
3. Memperbanyak puasa di bulan Sya’ban
Perbanyak puasa di bulan Syaban sangat membantu badan dan hati untuk lebih siap menyambut bulan Ramadhan dalam menjalani ketaatan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Larangan berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُوْمُوْا.
“Jika memasuki pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.”
عَنْ أَبِيْ سَلَمَةَ، أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَصُوْمُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، وَكَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، وَكَانَ يَقُوْلُ: خُذُوْا مِنَ الْعَمَلِ مَاتُطِيْقُوْنَ، فَإِنَّ اللهَ لَايَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا، وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مَادُوْوِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ، وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا
Dari Abu Salamah, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah menceritakan kepadanya, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban sepenuhnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Lakukanlah amalan (sunnah) semampu kamu. Sesungguhnya Allah tidak akan merasa bosan (terhadap amal yang terus-menerus kalian lakukan), hingga kalianlah yang merasa bosan.’Shalat yang paling dicintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat yang dikerjakan secara terus-menerus (konsisten), walaupun hanya sedikit.Apabila beliau mengerjakan suatu shalat, beliau mengerjakannya secara terus-menerus (konsisten).”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa di pertengahan bulan Sya’ban. Hadits tersebut menyiratkan bahwa larangan ini berkaitan dengan orang yang baru memulai puasa dari pertengahan Sya’ban atau bagi orang yang puasa tersebut dapat melemahkan. Bagi yang sudah terbiasa, dianjurkan untuk puasa dari awal Sya’ban hingga dua hari menjelang Ramadhan.
Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa tidak ada yang boleh mendahului puasa Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi mereka yang telah terbiasa berpuasa pada hari tersebut.
Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, puasa di bulan Sya’ban memiliki nilai ibadah tersendiri dan memberikan persiapan baik secara fisik maupun spiritual. Semua amal ibadah hendaknya dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikianlah arti Nisfu Syaban, sejarah dan keutamaannya. Semoga apa yang disampaikan di atas bermanfaat. Wallahu a’lam bis shawab.
Editor: Komaruddin Bagja
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku