Hukum Donor Organ dalam Islam, Boleh atau Dilarang? Begini Penjelasan MUI
JAKARTA, iNews.id - Fenomena donor anggota tubuh seperti ginjal belakangan ini kerap dilakukan masyarakat dengan beragam alasan. Lalu, bagaimana hukum donor organ dalam Islam?
Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
Berkaitan dengan transpalntasi atau donor organ, Komisi Fatwa MUI pada Juni 2019, mengeluarkan fatwa MUI No. 12/2019 tentang Transplantasi Organ dan atau Jaringan Tubuh Pendonor Mati untuk Orang Lain.
Dalam fatwa MUI tersebut disebutkan transplantasi organ atau jaringan tubuh pendonor hidup kepada orang lain dibolehkan dengan ketentuan terdapat kebutuhan mendesak yang dibenarkan secara syar'i (dharurah syariah). Kemudian, tidak ada dharar bagi pendonor karena pengambilan organ atau jaringan tubuh baik sebagian ataupun keseluruhan.
Ketentuan lainnya adalah jenis organ tubuh yang dipindahkan kepada orang lain tersebut bukan merupakan organ vital yang mempengaruhi kehidupan atau kelangsungan hidupnya. Selanjutnya, tidak diperoleh upaya medis lain untuk menyembuhkannya, kecuali dengan transplantasi.
Transplantasi organ juga dibolehkan jika bersifat untuk tolong menolong, tidak untuk komersial. Selain itu, transplantasi organ juga harus ada persetujuan dari calon pendonor, ada rekomendasi dari tenaga kesehatan atau pihak yang memiliki keahlian untuk jaminan keamanan dan kesehatan dalam proses transplantasi.
Ketentuan berikutnya adalah adanya pendapat ahli tentang dugaan kuat (ghalabatil zonn) akan keberhasilan transplantasi organ kepada orang lain. Transplantasi organ atau jaringan tubuh dilakukan oleh ahli yang kompeten dan kredibel.
Proses transplantasi diselenggarakan oleh negara. Kebolehan transplantasi organ dan atau jaringan tidak berlaku bagi organ reproduksi, organ genital, dan otak.
MUI pun merekomendasiman kepada pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat untuk menjadikan fatwa sebagai pedoman. Untuk tenaga medis diminta selalu mempertimbangkan aspek syar'i pada setiap tindakan medis. Fatwa tersebut berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu 8 Maret 2019.
Fatwa MUI tersebut melandaskan dengan beberapa dalil ayat Al Quran terkait memelihara kehidupan manusia.
وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًاۗ
Artinya: Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS. Al Maidah ayat 32).
Selain dalil Al Quran, Fatwa MUI tersebut juga melandaskan pada hadits Nabi berikut:
"Sesungguhnya Rasulullah mengembalikan tangan Khabib bin Yusaf yang putus di hari perang Badar, kemudian Rasulullah mengembalikannya sehingga tidak terlihat (bekas luka) kecuali seperti garis (HR. Ibn Abi Syaibah).
Fatwa MUI tersebut juga melandaskan pada kaidah fiqih yakni, “Dalam keadaan dharurat diperbolehkan melakukan yang dilarang”.
Tak lupa, MUI juga mengambil dasar dari pendapat Muhammad as-Syaukani dalam kitab Fathul Qadir jilid 3, halaman 431, sebagai berikut:
"Seorang perempuan hamil meninggal di mungkinkan di perutnya ada janin, dana diyakini janin masih hidup, maka perut mayat perempuan tersebut harus dibedah (untuk menyelamatkan janin tersebut). Kasus ini berbeda dengan kasus ketika seorang lelaki menelan berlian, kemudian meninggal, dan dia tidak meninggalkan harta berharga apapun (kecuali berlian yang ditelan), maka tidak boleh dibedah perutnya (untuk mengambil berlian tersebut). Hal itu karena, kasus pertama adalah mengesampingkan kehormatan/kemuliaan mayat untuk menyelamatkan kehormatan kehidupan (janin), maka dibolehkan. Sedang kasus kedua, mengesampingkan kehormatan yang lebih tinggi yaitu kemuliaan anak adam demi untuk menyelamatkan kehormatan yang ada di bawahnya yaitu harta (berlian yang tertelan). Dan tidak demikian dengan kasus yang pertama".
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum donor organ dalam Islam dibolehkan dengan sejumlah syarat dan memenuhi kaidah syariat.
Wallahu A'lam
Editor: Kastolani Marzuki