Hukum Hari Valentine Menurut Islam
JAKARTA, iNews.id - Hari Valentine atau Kasih Sayang dirayakan sebagian masyarakat di belahan dunia tiap tanggal 14 Februari. Hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Di dalam Islam tidak ada valentine, sebab kata valentine itu merupakan istilah impor dari agama di luar Islam. Bahkan latar belakang sejarah dan esensinya pun tidak sejalan dengan Islam.
"Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama," kata Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat LC dikutip dari laman rumahfiqih, Minggu (14/2/2021).
Dia menjelaskan, Valentine’s Day menurut literatur ilmiah dan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal dari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
"Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno," ujarnya.
Sementara di dalam tatanan akidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah akidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Dalam Alquran, Allah SWT berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Katakanlah, "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kafirun: 1-6).
Cinta kepada Kekasih
Kasih sayang kepada orang terkasih pun ada di dalam Islam, bahkan menyayangi pasangan dinilai sebagai ibadah. Ketika seorang perempuan memberikan seluruh cintanya kepada laki-laki yang dicintainya, maka Allah pun mencurahkan kasih sayang-Nya kepada wanita itu. Hal yang sama berlaku sebaliknya.
Namun kasih sayang antara dua insan di dalam Islam hanya terjadi dan dibenarkan dalam ikatan yang kuat yakni pernikahan.
Adapun bila belum ada ikatan, maka akan sia-sia sajalah curahan rasa kasih sayang itu. Sebab salah satu pihak atau malah dua-duanya sangat punya kemungkinan besar untuk mengkhianati cinta mereka.
Islam tidak kenal cinta di luar nikah, karena esensinya hanya cinta palsu, cinta yang tidak terkait dengan konsekuensi dan tanggung-jawab, cinta murahan dan -sejujurnya- tidak berhak menyandang kata cinta.
Cinta kepada Sesama
Di luar cinta kepada pasangan hidup, sesungguhnya masih banyak bentuk kasih sayang Islam kepada sesama manusia. Antara lain bahwa Islam melarang manusia saling berbunuhan, menyakiti orang lain, bergunjing, mengadu domba atau pun sekadar mengambil harta orang lain dengan cara yang batil.
Wallahu A'lam.
Editor: Kastolani Marzuki