Hukum Menunda Malam Pertama dalam Islam, Lengkap dengan Adab Berhubungan Intim
 
                 
                JAKARTA, iNews.id - Hukum menunda malam pertama dalam Islam perlu diketahui setiap Muslim. Istilah malam pertama biasanya terjadi setelah akad nikah, di mana sepasang suami istri yang menjadi pengantin baru melakukan persenggamaan.
Kendati demikian, ada juga pasangan pengantin yang memilih menundanya. Lantas, bagaimana hukumnya menunda malam pertama tersebut?
 
                                Dalam ajaran Islam, hukum menunda malam pertama adalah mubah atau diperbolehkan.
Sepasang suami istri yang baru menikah boleh menunda malam pertamanya hingga waktu tertentu sesuai kehendak atau kesepakatan mereka.
 
                                        Hal ini seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika menikahi Aisyah radhiyallahu ‘anha. Nabi Muhammad SAW menikahi Aisyah ketika istrinya itu masih berusia 7 tahun.
Namun, Rasulullah baru bersatu atau kumpul dengan Aisyah ketika istrinya itu telah berusia 9 tahun. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits.
 
                                        أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَزَوَّجَهَا وَهْىَ بِنْتُ سَبْعِ سِنِينَ وَزُفَّتْ إِلَيْهِ وَهِىَ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ وَلُعَبُهَا مَعَهَا وَمَاتَ عَنْهَا وَهِىَ بِنْتُ ثَمَانَ عَشْرَةَ
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika Aisyah berusia 7 tahun. dan Aisyah kumpul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berusia 9 tahun, sementara mainan Aisyah bersamanya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ketika Aisyah berusia 18 tahun. (HR Muslim 3546).
 
                                        Dalam riwayat lain, Aisyah radhiyallahu ‘anha juga bercerita,
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ، وَبَنَى بِي وَأَنَا بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ
 
                                        “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pada saat usiaku 6 tahun, dan beliau serumah denganku pada saat usiaku 9 tahun.” (Muttafaqun ‘alaih).
Semua riwayat ini menjadi dalil bahwa pasangan suami istri yang telah menikah, tidak diharuskan untuk langsung kumpul. Boleh juga mereka tunda sesuai kesepakatan.
Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan, "Syariat tidak menentukan batas waktu tertentu sebagai rentang antara akad dengan kumpul. Karena itu, acuan dalam rentang ini kembali kepada ‘urf (tradisi masyarakat) atau kesepakatan antara suami istri."
Terkait hal itu, Terkait hal itu, Ar-Ruhaibani mengatakan:
“Jika salah satu dari suami istri minta ditunda maka harus ditunda selama rentang waktu sesuai kebiasaan yang berlaku, untuk persiapan bagi pihak yang minta ditunda, seperti 2 atau 3 hari, dalam rangka mengambil yang paling mudah. Dan acuan dalam hal ini kembali kepada apa yang berlaku di masyarakat. karena tidak ada acuan baku di sana, sehingga harus dikembalikan kepada tradisi yang berlaku di masyarakat.” (Mathalib Ulin Nuha, 5/257).
Setelah mengetahui hukumnya, ada beberapa adab melakukan persenggamaan di malam pertama. Pasangan pengantin dianjurkan untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut.
1. Pertama, pengantin pria dianjurkan untuk meletakkan tangannya di ubun-ubun sang istri seraya mendo’akan baginya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah ‘basmalah’ serta do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa."
2. Setelah itu, suami mengerjakan sholat sunnah dua rakaat bersama sang istri. Ini dilakukan untuk mengharap keberkahan dari Allah agar rumah tangga diberkati selamanya.
3. Selanjutnya, pasangan suami istri bisa bercumbu rayu dengan penuh kelembutan dan kemesraan. Misalnya, dengan memberikan segelas air minum atau yang lainnya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma’ binti Yazid binti as-Sakan radhiyallaahu ‘anha, ia berkata: “Saya merias ‘Aisyah untuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau supaya menghadiahkan sesuatu kepada ‘Aisyah. Beliau pun datang lalu duduk di samping ‘Aisyah. Ketika itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam disodori segelas susu. Setelah beliau minum, gelas itu beliau sodorkan kepada ‘Aisyah. Tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan malu-malu.” ‘Asma binti Yazid berkata: “Aku menegur ‘Aisyah dan berkata kepadanya, ‘Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam!’ Akhirnya ‘Aisyah pun meraih gelas itu dan meminum isinya sedikit. (HR. Ahmad)
4. Berikutnya, membaca doa sebelum berjima' atau bersenggama. Sebelum seorang suami menggauli istrinya, hendaknya membaca doa berikut ini.
بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah aku dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka, apabila Allah menetapkan lahirnya seorang anak dari hubungan antara keduanya, niscaya syaitan tidak akan membahayakannya selama-lamanya." (HR. Bukhari).