Hukum Merayakan Tahun Baru Islam, Apakah Haram atau Mubah?
JAKARTA, iNews.id - Hukum merayakan tahun baru Islam atau tahun baru hijriah patut diketahui oleh setiap muslim. Tahun baru Islam 1444 H yang jatuh pada hari Sabtu, 30 Juli 2022.
Dalam menyambut tahun baru Islam, tidak ada perayaan khusus yang dilakukan oleh umat muslim seperti layaknya menyambut tahun baru yang lain. Tahun baru Islam umumnya lebih sering disambut dengan acara doa dan memperbanyak amalan baik.
Bulan Muharram juga disebut sebagai syahrullah al Asham yang artinya Bulan Allah yang sunyi. Selain dilarang berperang, umat Muslim juga dianjurkan untuk menjalankan amalan-amalan baik di bulan ini, salah satunya dengan puasa
Dilansir iNews.id dari laman Dalam Islam, Senin (25/7/2022), merayakan tahun baru Hijriah sah-sah saja asal tidak keluar dari ketentuan syariat Islam dan tidak membuat kaum muslim meninggalkan seruannya kepada Allah SWT.
Merayakan tahun baru Islam dengan hanya sebatas makan bersama dan kumpul dengan keluarga merupakan sunnah karena ada unsur silaturahmi. Mempererat tali silaturahmi antar sesama muslim bisa menambah pahala dan merupakan hal yang disukai Allah.
Adapun umat Muslim juga sering melakukan puasa, doa bersama, dan pengajian ketika perayaan tahun baru Islam. Hal tersebut tentunya tidak melanggar ketetapan yang Allah SWT berikan. Ini berarti, merayakan tahun baru Islam juga bisa dikatakan mubah dan tetap boleh dilakukan dan jika tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa.
Jika mendapatkan ucapan dan selamat tahun baru, maka diperbolehkan menjawab dan membalasnya. Namun, tidak ada riwayat para sahabat Nabi Muhammad SAW bahwa mereka saling memberi ucapan selamat tahun baru.
Contoh membalas selamat tahun baru hijriah, bisa dijawab dengan ungkapan: Semoga Allah SWT memberikan kepadamu dan menjadikannya tahun kebaikan dan keberkahan bagimu.
Segala hukum yang berkenaan tidak melanggar syariat yang Allah SWT tetapkan maka bisa termasuk sunnah. Adapun jika telah melanggar ketentuan Allah SWT, maka akan termasuk haram atau hal yang dilarang.
Bulan Muharram juga disebut sebagai syahrullah al Asham yang berarti bulan Allah yang sunyi. Keistimewaan ini diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Az Zamakhsyari menjelaskan, "Bulan Muharram disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafadz jalalah 'Allah' untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan ini. Sebagaimana kita menyebut 'Baitullah' (rumah Allah) atau 'Ahlullah' (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan ini."
Sedangkan Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iraqiy menjelaskan, Muharram disebut syahrullah karena pada bulan ini diharamkan pembunuhan dan ia merupakan bulan pertama dalam setahun.
Demikian adalah hukum merayakan tahun baru Islam bagi umat Muslim. Intinya, merayakan tahun baru boleh dilakukan asal menghindari kemaksiatan dan kemudaratan yang dilarang syariat.
Editor: Komaruddin Bagja