Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail tentang Qurban Singkat, Pengorbanan Demi Jalani Perintah Illahi
JAKARTA, iNews.id - Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail tentang qurban singkat mengajarkan kita tentang esensi pengorbanan dalam keimanan.
Kisah yang tercatat dalam sejarah Islam ini bukan hanya sekadar narasi, melainkan pelajaran yang mendalam tentang kepatuhan mutlak kepada perintah Allah SWT.
Nabi Ibrahim Alaihissalam, seorang ayah yang diuji dengan perintah untuk mengurbankan putranya, Ismail, menunjukkan kepada kita bagaimana iman yang kuat dapat mengatasi segala bentuk keraguan dan cobaan.
Kisah ini menjadi dasar bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah qurban, mengingatkan akan pentingnya berkorban demi menjalankan perintah Ilahi.
Dilansir iNews.id dari berbagai sumber, berikut penjelasan kisah Nabi Ibrahim dan Ismail tentang qurban singkat.
Kisah tersebut tercatat dalam Alquran Surat Ash-Shaaffaat: 99-111
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111)
“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. Ash-Shaaffaat: 99-111).
Tafsiran dari ayat di atas membahas tentang Nabi Isma’il, anak Nabi Ibrahim, bukan Ishaq yang disebutkan kemudian di ayat lain.
Isma’il lahir ketika Ibrahim berumur 86 tahun, sedangkan Ishaq lahir ketika Nabi Ibrahim berumur 99 tahun. Ayat ini menggambarkan saat Isma’il sudah cukup umur untuk bekerja dan sangat dicintai oleh ayahnya.
Nabi Ibrahim bermimpi harus menyembelih Isma’il, yang dalam Islam dianggap sebagai wahyu yang harus diikuti.
Dalam hadits mawquf –hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas- disebutkan,
رُؤْيَا الأَنْبِيَاءِ فِي المنَامِ وَحْيٌ
“Penglihatan para nabi dalam mimpi itu wahyu.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2: 431. Hadits ini kalau dikatakan marfu’ –sabda Nabi- itu dha’if. Yang benar, hanyalah perkataan sahabat atau hadits mawquf. Lihat tahqiq Tafsir Ibnu Katsir, 6: 386 oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini hafizhahullah)
Isma’il bersedia untuk mematuhi perintah tersebut demi kepatuhan kepada Allah dan untuk menghormati orang tuanya. Ketika Ibrahim bersiap untuk menyembelih Isma’il sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, Allah menggantikan Isma’il dengan seekor domba besar sebagai pengganti.
Ini menunjukkan kesetiaan Ibrahim kepada Allah dan bagaimana Allah memberi balasan kepada mereka yang berbuat baik dalam ibadah dan mengutamakan kehendak-Nya.
Berikut adalah intisari dari kisah Nabi Ibrahim:
Demikianlah kisah Nabi Ibrahim dan Ismail tentang qurban singkat. Semoga kisah tersebut dapat kita teladani ya sobat iNews.
Editor: Komaruddin Bagja