Kumpulan Materi Khutbah Jumat Terbaik, Singkat dan Padat
JAKARTA, iNews.id - Kumpulan materi khutbah Jumat ini bisa menjadi panduan bagi Muslim yang akan menjadi khotib dalam sholat Jumat.
Khutbah merupakan salah satu syarat sah dalam sholat Jumat. Khutbah Jumat dilakukan dua kali yang dipisah dengan duduk sebentar.
Khutbah Jumat itu memang memerlukan rukun yang harus terpenuhi, agar bisa sah secara aturan. Bilamana salah satu rukun itu tidak terpenuhi, memang akan membuat khtbah itu rusak, alias tidak sah.
Yang paling pokok untuk diketahui bahwa khutbah Jumat itu terdiri dari dua bagian. Yaitu khutbah pertama dan khutbah kedua, di mana keduanya dipisahkan dengan duduk di antara dua khutbah.
Saat khatib sedang berbicara atau khutbah, jemaah dianjurkan untuk mendengarkan agar ibadahnya tidak sia-sia.
Rasulullah SAW bersabda:
إذا قلت لصاحبك يوم الجمعة أنصت والإمام يخطب فقد لغوت
Artinya: “Jika engkau berkata kepada temanmu pada hari jum’at, ‘diam dan perhatikanlah’, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka engkau telah berbuat sia-sia.” (HR. Al-Bukhari [934].
Berikut kumpulan materi khutbah Jumat dikutip iNews.id dari laman dakwahnu dan kemenag.go.id:
1. Balasan Orang Berhijrah
Khutbah I
الحمد لله على نعمه فى أول الشهر من السنة الهجرة التامة, الذى جعل هذا اليوم من أعظم الأيام الرحمة, أحمده حمد الحامدين, واستعينه أنه خيرالمعين, وأتوكل عليه انه ثقة المتوكلين أشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المجتبى وسيد الورى رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين وسلم تسليما كثيرا…اما بعد.
فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم}، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jamaah Jumat rohimakumulluh
Dalam kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan perintah Allah SWT dengan ikhlas, khusyu, lagi penuh tawakkal juag menjauhi larangan Allah SWT dengan semangat berhijrah dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan yng teruji dan diridloi Allah. SWT. Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Jamaah Jumat rohimakumulluh
Saat ini kita memasuki tahun baru Islam yakni tahun 1443 Hijriyah. Itu berarti kita memasuki tiga dimensi yaitu dimensi usia bertambah, kedua semngat jihad berhijrah dan yang ketiga dimensi masa yang mulia karena Muharram termasuk 4 bulan yang mulia sebagimana dijelaskan dalam Al-Quran Surat At-Taubah Ayat 36 bahwa:
“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah dua belas dan di antara bulan tersebut terdapat empat bulan yang suci”. Empat bulan mulia itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebgaimana termaktub dalam Hadits Bukhori-Muslim yaitu dalam hal bulan haram yang dijelaskan Nabi Muhammad adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab".
Jamaah Jumat hadaniyallah waiyyakum
Secara bahasa, kata hijrah berasal dari bahasa arab hijratan berbentuk isim mashdar dari kata hajara-yahjuru-hajran yang artinya berupa tarakahu atau meninggalkan serta Qata’ahu yang artinya memustuskan.
Sedangkan menurut istilah hijrah dalam perspektif historis mengandung dua makna yakni pertama, hijrah berarti berrpindah dari daerah yang menakutkan ke daerah yang aman. Kedua, hijrah berarti berpindah dari daerah kekufuran menuju daerah mukmin.
Ayat tentang hijrah tersebar dalam 17 surat dan 27 ayat serta disebutkan secara keseluruhan sebanyak 32 kali dengan berbagai derivasinya. Di antaranya yang dominan memotivasi sesorang untuk berhijrah.adalah surat Al-Baqarah: 218
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Jamaah Jumat hadaniyallah waiyyakum
Dalam kitab Fath al-Bari, hijrah dapa dibedakan menjadi dua macam yakni hijrah secara lahir dan hijrah secara batin. Hijrah secara batin adalah hijrah berarti meningalkan sesuatu yang mendorong nafsu amarah dalam melaksanakan kejahatan dan mengikuti jejak setan. Sedangkan secara lahir, hijrah berarti menghindar dari berbagai fitnah dengan mempertahankan agama.
Maka hijrah di jalan Allah merupakan proses untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam proses tersebut, Istiqamah menjadi fase paling penting yang perlu dijaga ketika seseorang telah bertekad untuk berhijrah. Hijrah tidak hanya dimaknai dalam pengertian sempit perubahan penampilan fisik semata.
Sebab, hijrah yang dilakukan hanya sebatas perubahan penampilan tanpa dibarengi dengan penataan hati, maka yang terjadi adalah kesombongan religiusitas, merasa paling benar dan menganggap ‘rendah’ orang-orang yang belum mendapat hidayah.
Seperti fenomena hijrah dewasa ini yang ramai di media sosial adalah fenomena hijrah kaum muda, pelajar, mahasiswa dan kalangan professional, bahkan kalangan artis.
Di sisi lain, gairah hijrah menjadi daya kekuatan untuk taat mengamalkan kewajiban dan sunnah, di sisi lain tidak sedikit fenomena hijrah juga ditampakkan dalam atribut kesalehan lahiriah, semisal dari tidak berjilbab sama sekali menjadi berjilbab lebar-lebar, tidak berjenggot hingga memanjangkannya lebat-lebat, dan semisalnya.
Maka batasan dan makna hijrah harus direoriantasi menuju hijrah secara substansial. Hijrah dengan penampilan adalah hal terrendah dalam Islam, yang utama adalah Istikamah dan menyebar kedamaian.
Oleh karena itu, yang terpenting dari memaknai gerakan dan fenomena ‘hijrah’ adalah menyelami substansinya. Jangan sampai kita terjebak pada gerakan euphoria semata, karena banyak orang yang hijrah, lantas ikut-ikutan hijrah tanpa memahami makna sebenarnya.
Jamaah Jumat hadaniyallah waiyyakum
Tradisi Hijrah dalam catatan Sejarah Islam dilakukan oleh para nabi, ulama, dan orang-orang saleh. Nabi Nuh as diutus dan berdakwah ditengah-tengah kaumnya selama 950 tahun, akan tetapi ironisnya jumlah kaum pengikut nabi Nuh tidak bertambah, sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah dan menentangnya.
Sampailah saatnya Allah swt memerintahkan kepada Nabi Nuh as, untuk membuat bahtera. Lalu segeralah Nabi Nuh as, membuatnya. Setelah selesai menyelesaikan perakitan (pembuatan) kapalnya Nabi Nuh as, menerima wahyu hijrah menyelamatkan diri bersama pengikutnya manaiki bahtera, Seperti dijelaskan dalam QS Hud: 40.
Nabi Ibrahim as, hijrah ke Syam setelah kaumnya menginginkan untuk membakar Nabi Ibrahim as, dan mengharapkan kebinasaanya. Nabi Ibrahim juga berhijrah ke Mesir ketika terjadi paceklik berkepanjangan. Selain itu Nabi Ibrahim as, bersama anaknya Ismail dan Istrinya Hajar ke Mekah untuk membangun Baitullah.
Nabi Musa as, setelah sekian lama tinggal di Mesir untuk menyeru kepada Fir‟aun dan para pengikutnya agar beriman kepada Allah swt., akan tetapi mereka menolak seruan itu bahkan selalu mendapatkan tekanan, siksaan, intimindasi dan lain sebagainya, saat itu Allah swt, memerintahkan Musa as, untuk meninggalkan Negeri Mesir beserta Bani Israil menuju Madyan.
Imam Syafii hijrah ke Mekah untuk menuntu ilmu kepada para ulama alhi Fiqh serta ahli Hadits disana sampai Ia memiliki kedudukan yang tinggi.
Jika dicermati hijrah yang tercover dalam catatan sejarah orientasi secara seubstansial adalah untuk menjaga keimanan, menjauhi larangan Allah, menuntut ilmu dan menata kehidupan sosial yang lebih berahlak dan beradab.
Jamaah Jumat rohimakumulluh
Jika oreientasi substansial tersebut disertai niat dan tujuan yang murni, sadar dan ikhlas, maka maka Allah menjanjikan 4 balasan bagi orang-orang yang berhijrah yaitu;
1. Diberi keluasan Rezeki
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Annisa:100
وَمَن يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدْ فِى ٱلْأَرْضِ مُرَٰغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
2. Dihapuskan Dosa-Dosanya
Di antara nikmat yang Allah janjikan kepada kaum Muhajirin adalah dihapuskan kesalahan-kesalahan dan di ampuni dosa-dosa mereka. Allah berfirman dalam surat Ali Imran: 195
فَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَأُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِمْ وَأُوذُوا۟ فِى سَبِيلِى وَقَٰتَلُوا۟ وَقُتِلُوا۟ لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّـَٔاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ ثَوَابًا مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلثَّوَابِ
3. Ditinggikan Kedudukan dan Derajatnya di Sisi Allah
Allah berjanji bagi orang-orang yang mendapatkan keutamaan Iman, hijrah, serta jihad dijalan-Nya dengan harta dan jiwa mereka, mereka akan mendapakan derjat yang mulia disisi Allah swt,.
4. Mendapatkan Jaminan Surga
Diantara nikmat yang Allah SWT, janjikan kepada Muhajirin adalah akan diberikannya surga yang akan kekal didalamny. Allah berfirman,
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُم بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَٰنٍ وَجَنَّٰتٍ لَّهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُّقِيمٌ
“Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal”.
2. Makna Musibah Bagi Muslim
Khutbah pertama
اْلحَمْدُللهِ، اْلحَمْدُ للهِ اَّلذِيْ أَمَدَّ أَوْلِيَاءَهُ بِقُوَّةِ الصَّبْرِ عَلَى الضَّرَّاءِ، وَنِعْمَةِ الشُّكْرِ عَلىَ النَّعْمَاءِ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ اْلأَنْبِيَاءِ، وَعَلَى أَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ اْلأَصْفِيَاءِ، وَعَلَى ءَالِهِ الْبَرَرَةِ اْلأَتْقِيَاءِ، فَقَدْ جَاءَ فِي اْلحَدِيْثِ الشَّرِيْفِ “وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ”.
أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: ( يَاأَيُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita memperkuat keimanan kita dengan taqwa, senantiasa berusaha menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah di manapun dan kapan pun kita berada.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Musibah demi musibah datang bertubi-tubu mendera bangsa kita (bangsa Indonesia), gempa bumi, banjir, kebakaran dan yang terakhir adalah pandemic covid-19.
Sebagaiumat Islam, kita wajib meyakini bahwa semua musibah ini bukan karena kehendak atau murka alam semesta, karena alam semesta adalah benda mati yang tidak memiliki kehendak dan keinginan sama sekali, tetapi kita meyakini bahwa semua ini terjadi dengan kehendak dan taqdir pencipta alam semesta yaitu Allah subhanahu wata’aalaa. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
مَاشَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ
Maknanya: Apap un yang dikehendaki oleh Allah (pada azal) maka pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki oleh Allah pada azal maka pasti tidak terjadi.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Bagi kita (seorang muslim) datangnya musibah dapat dimaknai dengan dua makna; ujian atau adzab dari Allah ta’aalaa.
Pertama: musibah-musibah ini dapat dimaknai sebagai ujian dari Allah ta’aalaa untuk meningkatkan derajat kita. Apabila kita mampu menahan hawa nafsu untuk bersabar dengan ridla terhadap kehendak dan taqdir Allah tersebut, maka Allah akan meningkatkan derajat kita di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
Maknanya: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR al Bukhari).
Berdasarkan hadits ini dapat dipahami bahwa apabila Allah mencintai seseorang maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya. Semakin tinggi derajat seseorang maka semakin berat musibah yang ditimpakan pada mereka, sehingga dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَالُ فَاْلاَمْثَالُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ
Maknanya: “Manusia yang paling berat bala’ (musibahnya) adalah para nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang-orang yang semisalnya, seseorang diuji berdasarkan tingkatan agamanya”
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
إِنَّ عُظْمَ اْلجَزَاءِ مَعَ عُظْمِ اْلبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَى، وَمَنْ سَخَطَ فَلَهُ السُّخْطُ
Maknanya: “Sesungguhnya besarnya balasan itu seimbang dengan besarnya bala’, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Allah pasti menguji mereka, maka barang siapa ridla terhadap ujian itu, ia akan mendapat ridla Allah dan barang siapa marah terhadapnya maka ia akan mendapat murka Allah”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Berdasarkan beberapa hadits di atas dapat dipahami bahwa musibah yang berarti ujian adalah musibah yang ditimpakan kepada umat Islam yang taat kepada Allah ta’aalaa, sebagai media untuk meningkatkan derajat mereka menurut Allah ta’aalaa.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kedua: musibah-musibah tersebut dapat dimaknai sebagai adzab Allah yang dimajukan di dunia sebelum adzab yang lebih pedih di akhirat.
Karena meskipun secara umum adzab atas dosa umat Muhammad akan ditimpakan di akhirat, namun ada beberapa dosa yang adzabnya dimajukan di dunia.
Dalam beberapa riwayat hadits dijelaskan bahwa sebagian dosa yang dilakukan oleh manusia dimajukan adzabnya di dunia seperti dosa durhaka kepada kedua orang tua, dosa memutuskan silaturrahim dan dosa diamnya umat Islam dari kemungkaran yang terjadi di masyarakat.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnadnya bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا اْلمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيّرُوْهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ (رواه أحمد)
Maknanya: Sesungguhnya manusia apabila mereka melihat kemungkaran dan mereka tidak mengubahnya maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan adzab pada mereka secara merata”
Makna hadits di atas adalah bahwa Allah mengancam manusia dengan adzab yang merata apabila mereka meninggalkan an nahyu anil munkar; mereka melihat kemungkaran terjadi di masyarakatnya tetapi mereka diam saja dan tidak mau berusaha untuk mencegahnya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kemungkaran dan kemaksiatan sekarang ini telah merajalela di tengah-tengah masyarakat, pergaulan bebas muda-mudi menjadi trend, perzinaan dianggap sebagai hal biasa, minum minuman keras dan konsumsi narkoba dianggap sebagai kebanggaan, perjudian dilegalkan dengan berbagai modus dan nama, pembunuhan terjadi di mana-mana, praktik riba sudah menjadi kebiasaan, pencurian dan korupsi dari mulai yang kelas teri sampai dengan yang ratusan milyar rupiah dilakukan oleh rakyat biasa sampai para pejabat yang terhormat tanpa sedikitpun memiliki rasa malu.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kemungkaran yang paling besar dan paling berbahaya yang sedang menyebar saat ini adalah kemungkaran kekufuran. Yaitu munculnya paham-paham yang menyimpang dari paham Ahlussunnah wal Jama’ah; paham yang diajarkan oleh Rasulullah dan sahabatnya.
Hari ini banyak berkembang paham khawarij yang mengkafirkan setiap umat Islam yang tidak berhukum dengan hukum Islam meskipun hanya dalam satu permasalahan kecil, paham ini mengakibatkan munculnya paham terorisme yang sangat meresahkan.
Hari ini juga berkembang paham qadariyah muktazilah yang meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri (bukan Allah yang menciptakannya), hari ini juga berkembang paham mujassimah/karramiyah yang meyakini bahwa Allah adalah jisim yang memiliki anggota badan dan bertempat di suatu tempat tertentu.
Allah ta’aalaa berfirman:
ظَهَرَ الفَسَادُ فِي البَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Maknanya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Q.S ar Rum: 41).
Ayat ini tidak hanya dimaknai bahwa musibah-musibah yang menimpa kita itu disebabkan perbuatan-perbuatan manusia berupa penggundulan hutan, pembuangan sampah sembarangan, penataan kota yang tidak tepat dan seterusnya. Tetapi lebih dari itu, adalah diakibatkan oleh perilaku-perilaku kufur dan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Dalam sebuah ayat Allah ta’aalaa berfirman:
مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
Maknanya: “Kenikmatan yang menimpakamu adalah dari Allah dan musibah yang menimpa kamu adalah balasan dari perbuatan diri kamu”.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dengan demikian, apabila kita ingin umat Islam ingin terbebas dari segala macam bencana, maka marilah kita bersama-sama memperbaiki kehidupan agama masyarakat. Kita ingatkan kerabat, teman, tetangga dan seluruh umat Islam dari bahaya paham-paham sesat dan dari berbagai bentuk kemaksiatan.
3. Bahaya Hasad Bagi Peradaban Manusia
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَناَ أَنْ نُصْلِحَ مَعِيْشَتَنَا لِنَيْلِ الرِّضَا وَالسَّعَادَةِ، وَنَقُوْمَ بِالْوَاجِبَاتِ فِيْ عِبَادَتِهِ وَتَقْوَاهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ الله اُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الّذين آمنوا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Pertama kali, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat iman dan Islam serta kesehatan sehingga kita dapat menghadiri sidang Jumat yang penuh berkah ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah ke pangkuan junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang beriman hingga akhir zaman.
Mengawali khutbah Jumat kali ini, khatib mengingatkan kita semua, khususnya diri khatib sendiri, agar senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah Swt dengan sebenar-benar takwa. Yaitu, menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa adalah “jalan terang” menuju ke hadirat-Nya, sehingga kita akan menemukan nilai-nilai kebajikan dan kemuliaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Manusia adalah makhluk unik dan istimewa. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, manusia dianugerahi unsur-unsur immaterial yang lengkap, yaitu: ruh, akal, hati, dan nafs (syahwat dan ghadlab) yang terbentuk dalam satu kesatuan yang disebut jiwa (soul). Dari komponen immaterial ini, manusia hakikatnya adalah sebagai makhluk spiritual. Masing-masing unsur tersebut memiliki fungsi yang berbeda.
Ruh memiliki sifat yang suci, cenderung kepada kesejatian (hakikat) dan lebih dekat dengan Allah. Akal berfungsi untuk berfikir, mengingat, menghitung, dan berlogika. Hati berfungsi untuk meyakini (beriman), mencintai, membenci, empati, dan hal-hal yang berhubungan dengan rasa. Sedangkan nafsu merupakan energi jiwa yang berpotensi pada kesenangan dan kemarahan (nafs al-ammarah).
Bagi yang mampu mengendalikan “jiwa tirani” (al-nafs al-ammarah) dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah, maka ia akan menjadi pribadi yang utuh. Sebaliknya, jika seseorang dikendalikan oleh jiwa tirani dengan memenuhi kesenangan-kesenangan dasar (pleasure principle), maka ia akan menjadi pribadi yang pincang. Sebagai makhluk spiritual, manusia seharusnya mampu membersihkan hatinya dengan melakukan latihan-latihan kebaikan untuk melawan kecenderungan nafsu rendah yang menyukai dosa dan kemaksiatan.
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Di dalam jiwa manusia, sesungguhnya ada unsur energi negatif yang dapat menghancurkan diri, lingkungan, dan peradaban, yaitu “penyakit hati” atau “amradlul qulub” yang menimbulkan sifat sangat buruk. Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayat Al Hidayah menuturkan bahwa ada tiga sifat hati yang sangat berbahaya, dimana sifat hati tersebut selalu muncul dari zaman ke zaman.
Tiga sifat hati tersebut akan membawa kepada kebinasaan diri dan penyebab dari sifat-sifat tercela lainnya, yaitu: hasad (iri hati), riya (pamer), dan ujub (angkuh, sombong atau berbangga diri).
Dari ketiga penyakit hati tersebut yang memiliki dampak paling dahsyat adalah “hasad” atau dengki. Hasad adalah klaster problem jiwa yang memiliki dampak luar biasa bagi kehidupan diri, lingkungan, masyarakat, bahkan peradaban itu sendiri. Betapa banyak perkelahian, percekcokan, dan peperangan fisik dengan saling membunuh dan meniadakan, diakibatkan oleh munculnya sikap dengki.
Menurut Asy-Sya’rawi, penyakit jiwa bernama “hasad” benar-benar nyata. Al-Qur’an sendiri dengan jelas menyebut sifat ini. Dalam Alquran disebutkan tentang sikap sebagian ahli kitab terhadap Rasulullah Saw.
اَمْ يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلٰى مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۚ
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya? (QS: an-Nisa: 54)
Demikian juga Rasulullah Saw menyebut dengan jelas agar siapa pun menghindari penyakit hati ini:
اِياَّ كُم وَالحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُ الحَطَبَ
Artinya: ”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (HR. Abu Dawud).
Hasad adalah kejahatan energi tersembunyi yang dapat membahayakan manusia. Allah menyuruh kita untuk meminta perlindungan Allah darinya: “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki” (Q.S. Al-Falaq: 5)
Hasad dapat dianalogikan sebagai suatu benda yang tidak terlihat secara kasat mata. Namun keberadaannya justru memiliki pengaruh dan dampak yang luar biasa serta bahaya yang lebih ganas dibandingkan dengan sesuatu yang dapat terlihat mata. Meski hasad tidak terlihat secara kasat mata, namun efek terhadap jiwa dan tatanan sosial sangat nyata.
Secara psikologi, hasad memiliki dampak, diantaranya:
1. Membentuk jiwa yang tidak mau mensyukuri atas nikmat yang diberikan oleh Allah (kufur nikmat).
2. Menyiksa diri sendiri karena hatinya tak tenang yang disebabkan munculnya rasa tidak nyaman atas kebahagiaan orang lain.
3. Munculnya ghibah, fitnah dan sebagainya yang dapat menimbulkan perpecahan dalam keluarga dan ikatan persaudaraan sesama.
4. Munculnya kebencian dan permusuhan yang dapat menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang tak terbatas.
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari az-Zubair bin al-Awwam ra dari Nabi Saw, beliau bersabda:
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ: اَلْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ ، وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ ، حَالِقَةُ الدِّيْنِ لاَ حَالِقَةُ الشَّعْرِ، وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَفَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Penyakit umat-umat sebelum kalian telah menyerang kalian yaitu dengki dan benci. Benci adalah pemotong; pemotong agama dan bukan pemotong rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian. (HR. Tirmizi)
Sifat hasad (dengki), Al-Ghazali pernah berkisah tentang bahayanya kepada orang lain. Hasad adalah sikap batin yang tidak senang terhadap kebahagiaan orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya dari orang tersebut. Menurutnya, hasad adalah cabang dari syukh, yaitu sikap batin yang bakhil untuk berbuat baik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Hasad atau dengki adalah menginginkan nikmat yang dimiliki orang lain dan menghendaki nikmat tersebut berpindah kepada dirinya. Hasad berawal dari sikap tidak menerima nikmat yang diberikan Allah kepadanya, karena ia melihat orang lain diberi nikmat yang dianggap lebih besar. Hasad pun bisa timbul bila seseorang menganggap dirinya lebih berhak mendapatkan nikmat dibanding orang lain.
Pada hakikatnya, penyakit ini mengakibatkan si penderita tidak rela atas qadha’ dan qadar Allah, sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim ra: “Sesungguhnya hakikat hasad adalah bagian dari sikap menentang Allah karena ia (membuat si penderita) benci kepada nikmat Allah atas hamba-Nya; padahal Allah menginginkan nikmat tersebut untuknya. Hasad juga membuatnya senang dengan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya, padahal Allah benci jika nikmat itu hilang dari saudaranya. Jadi, hasad itu hakikatnya menentang qadha’ dan qadar Allah”. (Al-Fawa’id, hal. 157).
Dampak hasad sungguh luar biasa. Hadis yang diriwayatkan Abu Dawud tersebut menyebutkan bahwa hasad bisa menghancurkan seluruh catatan amal saleh. Hasad pun bisa menimbulkan kebencian, sehingga ia sulit berbuat kebaikan pada orang yang ia dengki. Pada saat yang sama ia pun akan sulit menerima kebaikan yang diberikan orang itu.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ
4. Kewajiban Mencintai Rasulullah SAW
اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ، عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا، لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (الفتح: 8-9)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengapa kita wajib mencintai Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?. Karena beliau diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Beliau diutus untuk mengeluarkan ummat manusia dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Beliau adalah teladan kita dan penunjuk jalan kita ke jalan yang benar. Beliau adalah insan paripurna yang berakhlak agung nan mulia.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Beliaulah pemberi syafa’at bagi para pelaku dosa besar di antara umatnya. Beliau jugalah sang pemilik syafa’ah ‘uzhma. Baginda Nabi bersabda:
شَفَاعَتِيْ لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ (رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُمَا)
Maknanya: “Syafa’atku diperuntukkan bagi para pelaku dosa besar di antara ummatku” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lainnya).
Para jama’ah yang berbahagia,
Ketika di akhirat umat manusia mengajak satu sama lain sembari berkata: Marilah kita pergi ke bapak kita Adam agar memohonkan syafa’at kepada Allah bagi kita. Mereka lalu mendatangi Nabi Adam. Adam berkata kepada mereka: Bukan saya pemilik syafa’at ini, pergilah kepada Nuh. Kemudian mereka mendatangi Nabi Nuh dan memohon syafa’at kepadanya.
Nabi Nuh berkata kepada mereka: Pergilah kepada Ibrahim. Lantas mereka mendatangi Ibrahim. Kemudian Ibrahim berkata kepada mereka: Bukan aku pemilik syafa’at ini. Lalu mereka mendatangi Nabi Musa. Musa berkata kepada mereka: Saya bukan pemilik syafa’at ini, pergilah kepada ‘Isa. Nabi ‘Isa pun berkata kepada mereka: Aku bukan pemilik syafa’at ini, pergilah kepada Muhammad. Mereka pun mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah bersujud kepada Tuhannya. Maka dikatakan kepadanya: Angkatlah kepalamu, berikanlah syafa’atmu maka syafa’atmu diterima, mintalah maka engkau akan diberi (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadirin yang berbahagia,
Bagaimana kita tidak wajib mencintai Baginda Muhammad?. Beliau adalah orang yang dicintai oleh Allah, Pencipta alam semesta. Seorang hamba yang dicintai oleh Pencipta kita, Pemberi rezeki kita, Dzat yang memelihara kita dan Dzat yang mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak meriwayatkan bahwa Nabi Adam ketika berbuat maksiat kepada Tuhannya (yang berupa dosa kecil yang tidak menunjukkan kehinaan dan kerendahan jiwa), maka Adam berkata –sebelum diciptakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-: Wahai Tuhanku, dengan wasilah kemuliaan Muhammad, aku memohon kepada-Mu agar Engkau mengampuni dosaku. Lalu Allah menyampaikan wahyu kepada Adam: Wahai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad padahal aku belum mewujudkannya?.
Nabi Adam pun berkata: Karena Engkau ya Allah, ketika mewujudkanku, aku mengangkat kepalaku maka aku lihat nama Muhammad tertulis di tiang-tiang penyangga ‘Arsy, tercatat disana:
لَا إلهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ
maka aku mengetahui bahwa Engkau tidak akan menyandarkan kepada nama-Mu kecuali makhluk yang paling engkau cintai (HR al-Hakim)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Seseorang yang mencintai orang lain tentulah akan mengutamakannya atas yang lain dan berusaha menurut kepadanya serta melakukan apa yang diperintahkannya. Jika hal ini tidak ia lakukan, maka ia tidak sungguh-sungguh mencintainya. Jadi orang yang sungguh-sungguh mencintai Baginda Nabi, akan tampak pada dirinya tanda-tanda kecintaan itu.
Di antaranya: Meneladani Nabi, mengamalkan sunnah Nabi, mengagungkan Nabi, memuliakan Nabi, mencintai orang-orang yang dicintai oleh Nabi di antara keluarga dan para sahabatnya, banyak bershalawat kepada Nabi, sering menyebut-nyebut Nabi dan selalu rindu untuk bertemu dengan Nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِيْ لِيْ حُبًّا نَاسٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِيْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِيْ بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Maknanya: “Di antara ummatku yang paling mencintaiku adalah sekelompok orang yang muncul setelahku, masing-masing dari mereka menginginkan untuk melihatku meskipun dengan mengorbankan keluarga dan harta bendanya” (HR Muslim)
Mudah-mudahan kita dijadikan oleh Allah sebagai umat yang mencintai Nabi-Nya, menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya dan beradab dengan adab-adabnya. Aamiiin.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah Jumat yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
5. Hikmah Setelah Ramadhan
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (التوبة: ٣٦)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.
Sebagai muslim sejati, tentu sedih karena telah ditinggalkan Bulan Ramadhan yakni bulan yang penuh dengan kemuliaan, bulan yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh dengan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tetapi itulah siklus kehidupan.
Walaupun Ramadhan telah berlalu, hendaknya kita menjaga spirit yang diajarkan di dalam bulan mulai ini ketika kita berada di luar bulan Ramadan.
Setidaknya dalam ramadan ini ada tiga hal pokok yang telah kita dapatkan. Hikmah ataupun tujuan kita menjalankan ibadah, khususnya menjalankan puasa di dalam bulan Ramadhan.
Adapun hal yang pertama adalah sebagaimana tujuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan untuk menjalankan rukun Islam yang keempat ini agar menjadi hamba-hamba yang bertaqwa. Hamba yang senantiasa mengabdikan dirinya kepada sang Pencipta langit dan bumi, hamba Sang Maha Kasih dan Sayang yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala. sebagaimana tertuang dalam firman-Nya di dalam QS: Al-Baqarah:183 yang berbunyi :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS:Al-Baqarah:183).
Takwa di sini bukan hanya sebagai label atau kata belaka, melainkan diperintahkan untuk benar-benarr mengamalkannya. Semula makan dan minum yang menjadi barang mubah, di dalam Ramadhan diperintahkan untuk menahannya dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Tidak hanya itu, syahwat yang secara sah dapat lampiaskan kepada pasangan kita, saat melaksanakan Ramadhan juga diperintahkan untuk membendungnya.
Semua itu tidak lain adalah ujiuan bagi kita, apakah kita akan mentaati perintah-Nya ataukah justru mengabaikan perintah-perintah-Nya.
Ma‘aasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullaah,
Hal kedua yang didapatkan di bulan Ramadhan adalah merasakan bagaimana rasa kelaparan juga kehausan sebagaimana yang dirasakan sebagian saudara kita.
Mereka orang-orang yang ditakdirkan oleh Allah Subhanahu WaTa’ala menjadi orang-orang yang kurang beruntung secara finansial. Dengan merasakan hal yang sama yang mereka rasakan kita diajak untuk menjadi pribadi yang peduli, pribadi yang peka. Bukan hanya peka secara spiritual, tapi juga peka secara sosial dan emosional.
Lapar dan haus yang kita rasakan, setidaknya itu akan berakhir tatkala azan magrib berkumandang, namun bagaimana dengan mereka ? yang benar-benar tidak memiliki sesuatu yang dapat mengganjal perut mereka saat kelaparan, yang tidak dapat mengepulkan asap dapur saat anak-anak mereka merengek karena perut yang melilit akibat kosong tiada sesuatu yang dicerna.
الجُوْعُ الّذِي يَمُرُّ بِهِ الصَّائِمُ وَقْتُهُ مَعْلُوْمٌ
أَمَّا الْجُوْعُ الّذي يَمُرُّ بِهِ الْفَقِيْرُ فَوَقْتُهُ مَجْهُوْلٌ
“Lapar yang dirasakan oleh orang puasa itu waktunya diketahui
Sedangkan lapar yang dirasakan oleh orang fakir itu waktunya tak terbatas”.
Islam bukan hanya mengajak kita untuk turut sekedar merasakan, tapi juga memberikan solusi untuk mengentaskan kemiskinan atau setidaknya mengurangi beban mereka para fakir-miskin Yaitu dengan cara berzakat. Maka kita harus benar-benar mengingat, ketika Allah SubhanahuWaTa’alamemberikan kelebihan harta kepada kita, disana ada hak-hak fakir-miskin yang harus kita tunaikan. Sehingga kita bisa menjadi pribadi yang tidak sekadar berpredikat sholeh spiritual tetapi juga sholeh secara sosial.
Ma‘aasyiral muslimin wal muslimat rahimakumullaah,
Hal ketiga adalah kita diajak untuk bersyukur dengan situasi saat ini yang tengah kita rasakan bersama. Di masa pandemi tahun kedua ini, kita diberikan keleluasaan untuk melaksanakan ibadah selama bulan ramadan, walaupun itu tetap dijalankan dengan menerapkan protokoler kesehatan, setidaknya kita bisa secara maksimal melangsungkan ibadah di masjid-masjid dan mushala.
Melaksanakan shalat fardhu berjamaah, sholat tarawih bersama, juga beberapa ibadah lain yang dapat kita lakukan di bulan ramadan. Situasi saat ini tentu sangat jauh berbeda jika kita bandingkan dengan situasi setahun yang lalu, karena wabah covid 19 yang semakin tak terkendali, akhirnya pemerintah terpaksa mengeluarkan larangan untuk beribadah di masjid ataupun musholla, saat ini tidak demikian. Namun bukan berarti kita sudah terbebas sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan protoler kesehatan yang ada.
Rasa syukur juga patut senantiasa kita ucapkan. Di negeri kita tercinta Indonesia ini, kita bebas untuk menjelankan ritual peribadatan di dalam ramadan. Ketika kita menengok saudara-saurada muslim kita di Palestina, mereka dibatasi, bahkan dipukul dan dipaksa tidak boleh beribadah walaupun di masjid mereka sendiri, yaitu di Masjidil Aqsha. Kita doakan agar suadara-saudara kita yang berada di Palestina, segera mendapatkan kebebasan sebagaimana kita muslim yang ada di Indonesia. Dari sana kita dapat belajar bahwa kedamaian sebuah negara merupakan hal pokok yang harus kita jaga. Karena adanya kedamaian ini kita dapat merasakan keamanan dan kenyamanan. Aman saat kita bekerja, nyaman saat anak-anak kita belajar, aman dan nyaman saat kita melaksanakan ibadah.
اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ
Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa menjadikan kita sebagai pribadi yang bermanfaat, pribadi yang selalu peduli kepada sesama, juga menjadi pribadi yang taqwa dengan sebenar-benarnya taqwa. Sehingga nanti Allah akan mengumpulkan kita bersama keluarga kita masuk dalam surga Nya Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamin.
Wallahu A'lam.
Editor: Kastolani Marzuki