Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Lomba Baca Kitab Kuning, Fraksi PKS DPR: Bentuk Penghormatan Perjuangan Kiai-Santri
Advertisement . Scroll to see content

Mengenal Kitab Kuning yang Disebut Komjen Listyo Sigit, Ini Sejarah dan Pengertiannya

Jumat, 22 Januari 2021 - 18:07:00 WIB
Mengenal Kitab Kuning yang Disebut Komjen Listyo Sigit, Ini Sejarah dan Pengertiannya
Ilustrasi kitab kuning yang diajarkan di pesantren-pesantren. (Foto: ist)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – PBNU dan MUI mengapresiasi gagasan calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang berkeinginan agar anggota Polri beragama Islam mengaji kitab kuning

Keinginan Sigit itu disampaikan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai calon kapolri di Komisi III DPR, Rabu (20/1/2021). Sigit mengaku saat menjadi Kapolda Banten pernah mewajibkan anggotanya untuk mengaji kitab kuning sebagaimana lazim diajarkan di pesantren-pesantren.

Bagi kiai dan kalangan santri di pondok pesantren salaf tidak asing dengan istilah Kitab Kuning. Kitab tersebut sudah diajarkan sejak zaman dahulu oleh pendiri-pendiri Islam di Indonesia.

Dikutip dari pecihitam.org, kitab kuning adalah sebuah istilah yang disematkan kepada kitab-kitab yang berbahasa Arab, yang biasa digunakan oleh beberapa pesantren atau madrasah diniyah sebagai bahan pelajaran. 

Dinamakan kitab kuning karena kertasnya berwarna kuning. Sebenarnya warna kuning itu hanya suatu kebetulan saja, lantaran zaman dahulu barang kali belum ada jenis kertas seperti zaman sekarang yang putih warnanya.

Kitab kuning merupakan istilah untuk menyebutkan kitab-kitab klasik ulama terdahulu atau yang biasa kita kenal dengan ulama salaf. Kitab kuning merupakan elemen utama atau dasar dalam pengajaran di pondok pesantren, terutama kalau di Indonesia pesantren-pesantren Nahdlatul Ulama. 

Istilah kitab kuning sebenarnya hanya untuk memudahkan orang dalam menyebutnya. Sebutan “kitab kuning” ini adalah ciri khas Indonesia. Ada juga yang menyebutnya, “kitab gundul”. Ini karena disandarkan pada kata per kata dalam kitab yang tidak berbaris, bahkan tidak ada tanda baca dan maknanya sama sekali. Tidak seperti layaknya kitab-kitab sekarang yang sudah banyak diberi makna dan baris sampai catatan pinggirnya.

Istilah “kitab kuno” juga sebutan lain untuk kitab kuning. Sebutan ini ada karena rentangan waktu yang begitu jauh sejak kemunculannya dibanding sekarang. Karena saking kunonya, model kitab dan gaya penulisannya kini jarang lagi digunakan kecuali di pesantren yang masih kental dengan nilai-nilai kesalafan. 

Secara umum, yang dimaksud kitab kuning dipahami oleh beberapa kalangan sebagai kitab referensi keagamaan yang merupakan produk pemikiran para ulama pada masa lampau (al-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17-an Masehi.

Memahami bahasa arab dengan benar adalah sarana pertama yang wajib dikuasai, mengingat dua sumber utama dalam Islam yakni Alquran dan hadist menggunakan bahasa Arab tingkat tinggi.

Ilmu yang mesti dikuasai dalam bidang ini setidaknya meliputi Gramatika Arab (Nahwu-Shorof), Sastra Arab /Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan), Logika Bahasa (Manthiq), Sejarah Bahasa, Mufrodat, dan seterusnya.

Syarat kedua yakni hafal Alquran dan 100.000 hadist. Hal ini sangatlah diperlukan karena dengan terpenuhunya syarat tersebut akan tergambar semua ayat dan hadits terkait jika hendak memutuskan suatu perkara sehingga tidak bertabrakan dengan nash-nash yang lain.

Mengapa harus belajar kitab kuning, bukannya Alquran dan hadist sudah cukup? Sebenarnya yang dimaksud dengan menggunakan kitab kuning ialah ikut salah satu Madzhab dalam arti taklid kepada ulama karena kitab kuning adalah karya tulis dari para ulama.

Fenomena penolakan sebagian kelompok terhadap konsep Taqlid untuk kaum awam menimbulkan polemik bagi umat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tiada memiliki kemampuan untuk memahami agama langsung dari sumbernya yakni Alquran dan as sunnah (Hadits).

Keengganan untuk bermadzhab ini ternyata telah membangkitkan semangat sebagian umat islam untuk beristinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yakni Alquran dan as sunnah) tanpa disertai keilmuan yang memadahi. 

Wallahu A'lam.

Editor: Kastolani Marzuki

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut