Pengertian Hisab, Metode dalam Menentukan Awal Ramadhan
Prase yang diungkap Rasulullah SAW: “bahwa kami ini adalah ummat yang tidak bisa membaca dan berhitung” dinilai sebagai illah (alasan) keberadaan observasi mata (rukyat) sebagai penanda awal Ramadhan yang Rasulullah SAW sabdakan.
"Dengan kondisi ummat seperti itu sangat wajar jika pilihannya hanya rukyat saja, karena inilah yang dimampu oleh mereka. Tidak masuk akal jika malah dengan kenyatakan seperti itu Rasulullah SAW malah memerintahkan untuk menggunakan ilmu hisab," kata Ustaz Saiyid dikutip dari lama rumahfiqih.com..
Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diikuti dengan perkembangan ilmu astronomi, sehingga bisa menghitung gerak bulan dengan tingkat kesalahan yang sangat kecil, bahkan sekarang ini hasilnya nyaris tanpa salah.
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawy di dalam kitabnya “Kaifa Nata’amalu Ma’a As-Sunnah” menjelaskan tentang cara memahami teks hadits melaui kaidah: التمييز بين الهدف الثابت والوسيلة المتغيرة (membedakan antara tujuan yang tetap dan wasilah atau cara yang (bisa) berubah)
Dalam hal ini beliau memberikan contoh tentang hadits puasa ramadhan dan rukyat, sabda Rasulullah SAW:
صوموا لرؤيته ـ أي الهلال ـ وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فاقدروا له
“Berpuasalah kalian dengan meliaht (bulan) dan berbukalah (berlebaran) dengan melihat bulan, jika terhalang oleh kalian melihat bulan maka taqdirkanlah”
Hadf (tujuan) utama dari hadits ini adalah hendaklah seluruh ummat Islam berpuasa penuh satu bulan pada bulan Ramadhan, dan jangan pernah meninggalkan satu haripun tanpa adanya halangan yang membolehkan baginya untuk berpuasa.
Adapun melihat bulan (rukyat) itu hanya wasilah yang sangat mungkin bisa berubah dari waktu ke waktu, jika pada zaman Rasulullah SAW wasilah yang paling mudah dilakukan hanya dengan obsevasi mata telanjang, maka sekarang observasi tentunya bisa dengan mengunakan peralatan moderen, atau bisa juga menggunkan ilmu hisab yang tingkat kesalahannya sangat minim.