Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Iffatul Umniati Ismail Raih Doktor Ushul Fikih di Universitas Al-Azhar Kairo, Predikat Summa Cumlaude
Advertisement . Scroll to see content

Perbedaan Taqlid dan Ittiba, Berikut Penjelasan Lengkapnya dalam Bermadzhab

Senin, 26 September 2022 - 07:00:00 WIB
Perbedaan Taqlid dan Ittiba, Berikut Penjelasan Lengkapnya dalam Bermadzhab
Bermadzhab sangat penting bagi muslim agar tidak terjerumus dalam kesesatan beragama. Salah satunya dengan ittiba dan taqlid kepada ulama. (Ilustrasi: Freepik)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Perbedaan Taqlid dan Ittiba dalam kajian ushul fiqih sangat penting diketahui agar semakin paham dalam bermadzhab.

Sebagaimana dimaklumi bahwa bermazhab adalah mengikuti ajaran yang telah dicetuskan oleh imam Mujtahid dan atau mengikuti metode istinbath yang telah dirumuskan oleh imam mujtahid dalam proses menentukan hukum sesuatu. 

Hal ini sesuai pendapat Syeikh Al-Buthi yang mengatakan bahwa bermadzhab ialah; “Mengukutnya orang awam atau orang yang tidak sampai ke derajat ijtihad kepadamadzhab imam Mujtahid, baik secara terus menerus atau berpindahpindah darimadzhab satu kepada madzhab lainnya”.

Bermadzhab berfungsi memudahkan umat Islam mempelajari ajaran agamanya, sehingga mereka selamat dari penyimpangan, salah tafsir dan kekeliruan. Bermadzhab juga dapat membatasi meluassnya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. 

Artinya, dengan bermadzhab, umat Islam di seluruh dunia hanya dikategorikan dalam empat golongan besar, yaitu; Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanbali. 

Perbedaan Ittiba dan Taqlid

Ada beberapa istilah terkait dengan proses bermadzhab, yaitu ittiba’, taqlid dan talfiq. Ibnu Subki dalam kitabnya Jam'u al Jawami' merumuskan taqlid yakni mengambil suatu perkataan tanpa mengetahui dalil.

Sedangkan Ittiba' adalah mengambil suatu hukum dengan dalilnya walaupun sesuai dengan pendapat seorang mujtahid.

Dilansir dari buku Ushul Fikih Kelas XII, Ittiba dalam bahasa arab berasal dari “ ittaba’a yattabi’u ittiba'an yang artinya menuruti atau mengikuti.

Definisi Ittiba adalah mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau mujtahid, dengan mengetahui alasannya serta tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan yang dianggap lebih kuat dengan jalan membanding.

Menurut istilah pengertian ittiba’ adalah menerima perkataan orang lain dengan mengetahui sumber alasan perkataan tersebut atau mengikuti pendapat mujtahid dengan mengetahui dalil-dalilnya. 

Dengan adanya Ittiba" diharapkan agar setiap kaum muslimin, sekalipun ia orang awam, ia dapat mengamalkan ajaran agama Islam dengan penuh keyakinan, tanpa diselimuti keraguan sedikitpun. 

Suatu ibadah atau amal jika dilakukan dengan penuh keyakinan akan menimbulkan keikhlasan dan kekhusukan. Keikhlasan dan kekhusukan merupakan syarat sahnya suatu ibadah atau amal yang dikerjakan.

Ittiba kepada Rasulullah saw mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, bahkan merupakan salah satu pintu seseorang dapat masuk Islam. 

Ittiba ada dua macam, yaitu ittiba’ kepaada Allah dan rasul-Nya, dan ittiba kepada selain Allah dan rasulNya, yaitu kepada ulama sebagai warasatul Anbiya’. 

Dalil Ittiba

Seorang muslim wajib ittiba kepada Rasulullah saw dengan menempuh jalan yang beliau tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan. Begitu banyak ayat Alquran yang memerintahkan setiap muslim agar selalu ittiba’ kepada Rasulullah saw di antaranya firman Allah SWT, Surat Ali Imran ayat 3:

Artinya: “Katakanlah: “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah swt tidak menyukai orang-orang kafir” (QS. Ali lmran[3]):32).

Taqlid

Pengertian Taqlid ialah menerima perkataan tidak dengan alasan/hujjah. Menurut Imam al-Ghozali, Taqlid ialah menerima perkataan tidak dengan alasan/hujjah. Jadi menerima pendapat orang lain tanpa mengetahui dasar pengambilannya dinamakan taqlid. 

Bagi orang yang menerima pendapat dinamakan muqallid. Menurut para ulama hukum bertaqlid bagi orang yang mampu
berijtihad sendiri hukumya haram. Inilah yang dimaksudkan dengan ungkapan Imam Ibnu Hazm yang menyatakan bahwa bertaqlid hukumnya haram. 

Bagi selain mujtahid baik orang awam maupun orang yang sudah alim tapi belum memenihi syarat ijtihad maka hukumnya wajib. Dalam hal ini orang alim dan orang awam sama-sama wajib bertaqlid.

Fenomena taqlid dapat terjadi dalam dua tempat; (1) Seorang yang taqlid (muqollid) adalah orang awam yang tidak mampu mengetahui hukum (yakni ber-istimbath dan istidlal) dengan kemampuannya sendiri, maka wajib baginya taqlid. (2) Terjadi pada seorang Mujtahid suatu kejadian yang ia harus segera memutuskan suatu masalah, sedangkan ia tidak bisa melakukan penelitian maka ketika itu ia boleh taqlid. 

Taqlid dapat terbagi menjadi dua jenis, yakni: Taqlid yang umum dan Taqlid yang khusus. 

Tingkatan Taqlid atau Muqallid.
1. Taqlid secara total/murni (taqlid al-mahdli) 
2. Taqlid dalam bidang-bidang hukum tertentu saja
3. Taqlid dalam hal kaidah-kaidah istinbath.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dirumuskan hakikat taqlid yakni beramal dengan mengikuti ucapan atau pendapat orang lain, pendapat atau ucapan orang lain yang diikuti itu tidak bernilai hujjah, dan orang yang mengikuti pendapat orang lain itu tidak mngetahui sebab-sebab atau dalil-dalil dan hujjah dari pendapat yang diikutinya. Sedangkan ittiba mengambil dari dalil bukan dari mujtahid.

Berdasarkan penjelasan di atas dalam pandangan ini taqlid dan ittiba pada dasarnya sama dengan bermadzhab dan pada perkembangannya (khususnya di dalam mazhab syafii) cara bermadzhab.

Editor: Kastolani Marzuki

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow

Related News

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut