Tata Cara Khutbah Jumat, Syarat & Rukun
JAKARTA, iNews.id - Tata cara Khutbah Jumat, syarat dan rukun penting diketahui khususnya bagi khatib atau orang yang menyampaikan khutbah Jumat.
Khutbah Jumat merupakan bagian yang tidak boleh ditinggalkan dalam pelaksanaan ibadah sholat Jumat. Syarat dan Rukun khutbah Jumat harus terpenuhi sehingga tidak berimplikasi pada rusaknya khutbah alias tidak sah.
Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA menjelaskan, yang paling pokok untuk diketahui bahwa khutbah Jumat itu terdiri atas dua bagian. Yaitu khutbah pertama dan khutbah kedua, di mana keduanya dipisahkan dengan duduk di antara dua khurbah.
Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khutbah Idul fitri atau Idul Adha yang justru dilantunkan setelah selesai shalat Id.
1. Khatib Berdiri di Atas Mimbar
Disunnahkan oleh para ulama agar khatib berdiri di atas mimbar ketika menyampaikan khutbahnya. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada setiap kali Nabi SAW menyampaikan khutbahnya, yaitu Nabi SAW naik ke atas mimbar.
Diutamakan posisi mimbar itu di sebelah kanan dari imam ketika menghadap ke kiblat. Karena seperti itulah keadaan mimbar Nabi SAW.
Bila tidak ada mimbar, maka disunnahkan agar khatib naik ke atas suatu benda yang tinggi, agar bisa melihat dan terlihat oleh semua hadirin.
2. Menghadapkan Wajah Kepada Jamaah
Disunnahkan bagi khatib untuk menghadapkan wajah kepada hadirin yang ikut shalat Jumat dan tidak menundukkan wajahnya. Hal itu sesuai dengan hadits berikut ini:
"Dari Adi bin Tsabit dari ayahnya bahwa Nabi SAW bila berdiri di atas mimbar, beliau menghadapkan wajahnya kepada wajah para shahabatnya". (HR. Ibnu Majah).
Sebaliknya disunnahkan juga bagi hadirin untuk menghadapkan wajah kepada khatib, dan tidak menundukkan wajahnya apalagi menutup mata bahkan tidur.
3. Mengawali Dengan Salam
Disunnahkan bagi khatib untuk mengawali khutbahnya dengan salam, yang dilakukan setelah berada di atas mimbar, sebelum duduk mendengarkan adzan sebagaimana hadits Nabi SAW berikut ini.
Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW apabila telah naik ke atas mimbar, Rasulullah SAW mengucapkan salam. (HR. Ibnu Majah )
4. Duduk Sebelum Khutbah
Disunnahkan bagi khatib untuk duduk terlebih dahulu di atas mimbar sebelum memulai khutbahnya. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memulai khutbahnya.
5. Adzan di Depan Khatib
Pada saat khatib duduk di awal sebelum memulai khutbahnya, maka saat itulah disunnahkan untuk dikumandangkan adzan Jumat di hadapan khatib. Hal itu sebagaiman disebutkan di dalam hadits berikut ini :
Dari As-Saib bin Yazid ra berkata, "Dahulu panggilan adzan hari Jumat awalnya pada saat imam duduk di atas mimbar, di masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar radhiyallahuanhuma.. (HR. Bukhari).
6. Mengeraskan Suara Ketika Khutbah
Disunnahkan bagi khatib untuk mengeraskan suaranya, agar terdengar jelas di telinga para hadirin. Rasulullah SAW melakukannya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahunahu bahwa Rasulullah SAW apabila khutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, emosinya kuat, mirip komandan pasukan. (HR. Muslim)
7. Menyingkat Khutbah
Disunnahkan bagi khatib untuk menyingkat khutbahnya, sebagaimana hadits berikut ini. Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khutbah bagian dari kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah. (HR. Muslim)
Ada beberapa hikmah di balik perintah untuk menyingkat khutbah. Di antara hikmahnya adalah
Agar orang-orang yang punya hajat bisa dengan segera melaksanakannya, tidak terhambat kewajiban mendengarkan khutbah berlama-lama.
Agar tidak membosankan, karena nasehat yang terlalu panjang dan bertele-tele akan membosankan, sehingga malah kurang mengena kepada jamaah.
Agar hadirin tidak sempat mengantuk atau pun tertidur ketika mendengarkan khutbah, karena khutbahnya terlalu panjang.
8. Berpegangan Tongkat atau Busur Panah
Termasuk yang dianggap sunnah ketika berkhutbah adalah berpegangan pada tongkat atau busur panah. Dalam riwayat yang lain disebutkan Nabi SAW memegang tombak atau pedang.
Ada banyak hadits yang meriwayatkan hal ini, salah satunya sebagaimana yang diceritakan oleh shahabat yang bertamu ke Madinah dan sempat ikut khutbah Jumat di masjid Nabawi, yaitu Al-Hakam bin Hazn radhiyallahuanhu berkata.
"Aku bertamu ke Rasulullah SAW dan menginap beberapa hari. Kami sempat ikut mendengarkan khutbah Jumat Rasulullah SAW. Nabi SAW berpegangan pada tongkat atau busur panas, memuji Allah dan menyampaikan kalimat yang singkat, baik dan berkah. (HR. Ibnu Majah).
Syarat Khutbah Jumat
Dalam Mazhab Imam Syafii yang dipegang mayoritas umat Islam di Indonesia disebutkan ada delapan syarat khutbah Jumat.
Berikut 8 syarat khutbah Jumat:
1. Khutbah Jumat disampaikan dengan bahasa Arab secara berurutan di 3 rukun pertama.
Alasannya karena ini adalah ibadah ritual, alias ta’abbudiy, maka untuk menunaikannya harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Nabi SAW dan Rasulullah tidak menyampaikan kecuali dengan bahasa Arab.
Seperti takbiratul Ihram dan Surat al-fatihah dalam shalat. Keduanya harus dikerjakan sebagaimana datangnya; yakni dengan bahasa Arab. Karena kesemua adalah dzikir yang diwajibkan, maka tidak bisa diganti dengan selain bahasa yang dicontohkan.
2. Khutbah Jumat dilakukan setelah waktu zawal (tergelincir matahari ke arah barat).
Dalam pandangan madzhab al-Syafi’iyyah, shalat Jumat itu waktunya adalah waktu zuhur; yakni setelah zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat). Karena memang khutbah adalah rangkaian awal shalat Jumat, maka itu khutbah harus dipastikan dilakukan di waktunya; yakni waktu zuhur, bukan sebelumnya.
3. Berdiri bagi yang mampu
Syarat berdiri ketika khutbah ini karena memang begitu yang dicontohkan oleh Nabi SAW dalam banyak riwayat tentang khutbah Rasulullah. Karenanya itu juga dijadikan syarat sah.
4. Duduk diantara kedua khutbah
Dalilnya sama seperti syarat-syarat yang lain, bahwa ini semua adalah ittiba’an alias mengikuti apa yang dicontohkan oleh Nabi SAW, dan khutbah ini kan hanya rangkaian doa dan dzikir; karenanya berdiri dan duduk menjadi syarat sah, bukan rukun.
Berbeda dengan shalat yang menjadikan berdiri serta duduk sebagai rukun; karena memang shalat itu rangkaian gerakan dan ucapan.
5. Memperdengarkan khutbah kepada 40 orang
Pendapat al-jadid menyebutkan tidak diharamkan berbicara bagi para pendengar khtubah, akan tetapi disunnahkan diam (mendengarkan).
Imam Nawawi mengatakan bahwa yang paling shahih itu rukun yang berurutan bukanlah syarat.
6. Khutbah haruslah bersambung (muwalat)
Muwalat itu bersambungnya rukun yang satu dengan rukun selanjutnya tanpa ada kalimat penghalang atau jeda panjang yang memisahkan.
Artinya dalam menyampaikan khutbah, dari rukun satu sampai rukun selanjutnya ke akhir, disampaikan tanpa adanya jeda, atau dipisahkan dengan kalimat yang bukan bagian dari rukun khutbah.
7. Suci dari hadats (kecil dan besar)
Karena khutbah itu juga rangkain dari pada shalat Jumat, maka untuk keabsahannya, disyaratkan suci dari hadats baik kecil atau besar kotoran baik badan, pakaian dan tempat.
8. Menutup aurat
Khathib haruslah orang yang tertutup auratnya dalam melasanakan syarat shalat jumat tersebut.
Adapun rukun khutbah Jumat, para ulama mencoba mengumpulkannya dari berbagai dalil, lalu didapat paling tidak ada lima perkara.
Dalam Mazhab Imam Syafii yang dipegang mayoritas umat Islam di Indonesia disebutkan rukun khutbah Jumat ada lima. Kelima rukun khutbah Jumat itu yakni membaca hamdalah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, membaca petikan ayat Al Quran, berwasiyat dan memohon ampunan buat kaum muslimin.
Berikut 5 rukun khutbah Jumat:
1. Rukun Khutbah Jumat Pertama Baca Hamdalah
Membaca hamdalah adalah mengucapkan lafadz alhamdulillah, innalhamda lillah, ahmadullah atau lafadz-lafadz yang sejenisnya pada awal khutbah Jumat. Dasarnya adalah hadits nabi SAW :
كُلُّ كَلاَمٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ باِلحَمْدِ لِلَّهِ فَهُوَ أَجْذَم
Semua perkataan yang tidak dimulai dengan hamdalah maka perkataan itu terputus. (HR. Abu Daud).
2. Rukun Khutbah Jumat Kedua Bershalawat Kepada Nabi SAW
Rukun khutbah Jumat kedua yakni membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW bisa dengan lafadz yang sederhana, seperti :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Muhamamd
Tidak diharuskan menyampaikan salam, dan juga tidak harus dengan shalawat kepada keluarga beliau. Minimal sekali hanya sekedar shalawat saja.
3. Rukun Khutbah Jumat Ketiga Membaca Petikan Ayat Al-Quran
Sebagian ulama mengatakan bahwa karena khutbah Jumat itu pengganti dari dua rakaat shalat yang ditinggalkan, maka membaca ayat Al-Quran dalam khutbah hukumnya wajib.
Dasarnya adalah hadits Nabi SAW:
كَانَ يَقْرَأ آياَتٍ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ
Rasulullah SAW membaca beberapa ayat Al-Quran dan mengingatkan orang-orang.
4. Rukun Khutbah Jumat Keempat Nasihat atau Wasiyat
Nasihat atau washiyat yang menjadi rukun intinya sekedar menyampaikan pesan untuk taat kepada Allah SWT dan sejenisnya. Atau setidaknya untuk menjauhi larangan-larangan dari Allah SWT. Misalnya seperti lafadz berikut ini :
اَطِيعُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا مَعَاصِيْهِ
Taatilah Allah dan jauhilah maksiat
5. Rukun Khutbah Kelima Membaca Doa dan Permohonan Ampunan
Doa atau pemohonan ampun untuk umat Islam dijadikan rukun yang harus disampaikan dalam khutbah Jumat menurut mazhab As-Ssyafi'iyah. Minimal sekedar membaca lafadz :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمـُسْلِمَاتِ
Ya Allah ampunilah orang-orang muslim dan muslimah
Wallahu a'lam bishshawab
Editor: Kastolani Marzuki