JAKARTA, iNews.id - Teks khutbah Jumat 1 Agustus 2025 singkat terbaru berikut ini untuk disampaikan khatib kepada jemaah Sholat Jumat. Tema khutbah kali ini yakni, Bulan Safar bukan bulan sial.
Dalam ajaran Islam, Safar adalah bulan kedua dalam kalender Hijriah, setelah Muharram. Bulan ini memiliki banyak peristiwa bersejarah penting, termasuk hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Mengenal Detail Tentang Waktu Salat dalam Kitab-kitab Fiqih, Simak Ya!
Sesuai kalender Hijriyah dari Kementerian Agama, 1 Safar 1447 H jatuh pada hari Sabtu, 26 Juli 2025.
Arti Bulan Safar karena rumah-rumah mereka kosong dari para penghuninya, sebab penghuninya pergi untuk berperang dan mengadakan perjalanan. Dikatakan safaral makanu, apabila tempat yang dimaksud kosong, tak berpenghuni. Bulan ini dinamai Safar karena pada bulan ini, orang-orang Arab dulunya sering melakukan perjalanan jauh (safar).
Bacaan Doa Bulan Safar 2025 untuk Tolak Bala, Lengkap Arab, Latin, dan Artinya
Di kalangan masyarakat Jawa, Bulan Safar atau Sapar kerap dihubungkan dengan mitos bulan sial dan banyak bencana. Pada masa Arab Jahiliyah, bulan Safar juga disebut bulan sial.
Bulan Safar sering dikaitkan dengan mitos kesialan atau marabahaya. Asumsi ini sudah ada sejak zaman dahulu, bahkan hingga pada masa Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah SAW membantah mitos tersebut dan bahkan menyelenggarakan acara penting, seperti menggelar acara pernikahan di bulan Safar.
Teks Khutbah Jumat 1 Muharram Edisi 27 Juni 2025 Singkat Penuh Hikmah
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
Bahkan Rasulullah sendiri membantah bahwa bulan Safar bulan sial. Lewat riwayat Imam Bukhari, Nabi bersabda;
Teks Khutbah Jumat Minggu Terakhir Bulan Safar: Rebo Wekasan Menurut Islam
لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ ولا هَامةَ ولا صَفَرَ وفِرَّ من المَجْذُومِ كما تَفِرُّ من الأَسَد
Artinya: “Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan buruk, tidak ada kesialan karena burung hammah, tidak ada sial bulan Safar, dan larilah kamu dari penyakit kusta seperti kamu lari dari singa” (HR. Bukhari). Islam mendasarkan ajarannya pada tauhid (keyakinan kepada satu Tuhan yang Maha Esa) dan mengajarkan kebenaran serta akhlak yang baik.
Menurut Ibnu Utsaimin rahimahullah, kata Safar dalam hadis tersebut memiliki makna yang bervariasi. Namun yang paling kuat menurut umat Jahiliah adalah sebagai bulan kesialan, sehingga sebagian orang jika selesai melakukan pekerjaan tertentu pada hari kedua puluh lima dari bulan Safar merasa lega, dan berkata, “Selesai sudah hari kedua puluh lima dari bulan Safar dengan baik.”
Khutbah Jumat 1 Agustus 2025
أَلْخُطْبَةُ الْأُوْلَى
أَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْعَزِيْزِ الْغَفَّارِ. اَلْحَلَيْمِ السَّتَّارِ. اَالْمُتَفَضِّلِ بِالْعَطَاءِ الْمِدْرَارِ. اَالنَّافِذِ قَضَائُهُ بِمَا تَجْرِى فِيْهِ الْأَقْدَارُ. يُدْنِى وَيُبْعِدُ وَيُشْقِى وَيُسْعِدُ وَيُهْبِطُ وَيُصْعِدُ. وَرَبُّكُ يَخْلُقُ مَا يَشَاَءُ وَيَخْتَارُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ مُكَوِّرُ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهَ وَرَسُوْلُهُ الْمُصْطَفَى الْمُخْتَارُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِى كَشَفَ الْكُرُوْبَ وَالْأَضْرَارَ. وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِ مَا طَلَعَ فَجْرٌ وَاسْتَنَارَ.
أمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ, فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَخَابَ مَنْ طَغَى.
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah…
Marilah kita senantiasa bertaqwa kepada Allah swt dengan sebenar-benar taqwa, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjahui larangan-larangan-Nya.
Saat ini kita berada di bulan Safar, bulan kedua tahun hijriyyah. Nama Shafar terkait dengan aktivitas masyarakat Arab terdahulu. Shafar berarti kosong. Dinamakan demikian karena di bulan tersebut masyarakat kala itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang ataupun menjadi musafir.
Lanjutan Khutbah I
Para ulama’ menyebutkan nama bulan Shafar sebagai Shafar al-Khoir yakni bulan Shafar yang penuh dengan kebaikan sebagai bentuk optimisme mengambil nilai-nilai positif dengan menyandangkan nama kebaikan bersanding dengan bulan Shafar.
Pada zaman jahiliah, berkembang anggapan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial atau dikenal dengan istilah tasya’um. Bulan yang tidak memiliki kehendak apa-apa ini diyakini mengandung keburukan-keburukan sehingga ada ketakutan bagi mereka untuk melakukan hal-hal tertentu. Pikiran semacam ini juga masih menjalar di zaman sekarang. Sebagian orang menganggap bahwa hari-hari tertentu membawa hoki alias keberuntungan, sementara hari-hari lainnya mengandung sebaliknya.
Padahal, seperti bulan-bulan lainnya, bulan Shafar netral dari kesialan atau ketentuan nasib buruk. Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain, yakni semata-mata atas kehendak Allah, bukan karena bulan Shafar itu sendiri.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw pernah bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ. (رواه البخاري ومسلم)
“Tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, shafar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
‘Adwa adalah keyakinan tentang adanya wabah penyakit yang menular dengan sendirinya, tanpa sebuah proses sebelumnya dan tanpa seizin Allah. Thiyarah adalah keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung. Dalam masyarakat jahiliah ada mitos yang mengatakan, bila seorang keluar rumah dan menyaksikan burung terbang di sebelah kanannya, maka tanda nasib mujur bakal datang. Sementara bila melihat burung terbang di sebelah kirinya maka tanda kesialan akan tiba sehingga sebaiknya pulang.
Sedangkan hamah adalah semacam anggapan bahwa ketika terdapat burung hantu hinggap di atas rumah maka pertanda nasib sial akan tiba kepada pemilik rumah tersebut. Tak beda jauh dengan shafar yang diyakini sebagai waktu khusus yang bisa mendatangkan malapetaka.
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah…
Di masing-masing komunitas, baik di level keluarga, suku maupun bangsa selalu ada bulan tertentu yang dianggap sebagai bulan sial atau dijadikan “tersangka”. Sebagian orang jawa menganggap bulan Muharram atau Sura sebagai bulan sial. Sebagian lagi menganggap bulan Dzulqa’dah atau Selo/Apit sebgai bula sial.
Di kalangan orang-orang arab, bulan sialnya adalah bulan Shafar dan Syawwal. Bangsa-bangsa lain juga memiliki bulan sial yang berbeda-beda. Keyakinan seperti ini mungkin dilatarbelakangi oleh dua hal:
Pertama, adanya tragedi atau peristiwa memilukan yang pernah terjadi pada nenek moyang mereka pada bulan, hari atau waktu tertentu. Lalu mereka menganggap bulan tersebut sebagai bulan sial dan berpesan kepada anak cucunya untuk mewaspadai bualan tersebut agar tidak mengalami tragedi tersebut.
Kedua, karena setiap manusia pada dasarnya punya sifat pesimis dengan kadar yang berbeda-beda. Jika sifat pesimis ini selalu dihubungkan dengan cerita nenek moyang dan cerita-cerita sial yang terjadi, maka pemilik sifat pesimis ini akan berburuk sangka terhadap sosok, tempat, atau waktu tertentu sebagai pembawa sial. Rasul Muhammad saw bersabda:
ثَلَاثٌ لَايَنْجُوْ مِنْهُنَّ أَحَدٌ: اَلظَّنُّ وَالطِّيَرَةُ وَالْحَسَدُ. (رواه إبن أبى الدنيا)
“Tiga perkara, tidak seorangpun yang selamat dari ketiganya; yaitu prasangka, pesimisme, dan hasad.” (HR. Ibnu Abi Dunya)
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah…
Islam tidak mengenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di alam raya ini, waktu adalah makhluk Allah. Waktu tidak bisa berdiri sendiri. Ia berada dalam kekuasaan dan kendali penuh Rabb-nya. Setiap umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah.
Rasulullah saw sendiri menampik anggapan negatif masyarakat jahiliah tentang bulan Shafar dengan sejumlah praktik positif. Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandhumah Syarh al-Atsar fî Ma Warada ‘an Syahri Shafar memaparkan bahwa beberapa peristiwa penting yang dialami Nabi terjadi pada bulan Safar, di antaranya pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah, menikahkah putrinya Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, hingga mulai berhijrah dari Makkah ke Madinah. Artinya, Rasulullah membantah keyakinan masyarakat jahiliah bukan hanya dengan argumentasi tapi juga pembuktian bagi diri beliau sendiri. Dengan melaksanakan hal-hal sakral dan penting di bulan Safar, Nabi seolah berpesan bahwa bulan Safar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya.
Kita harus menghilangkan keyakinan akan adanya bulan, tempat, benda dan sosok pembawa sial. Keyakinan seperti ini akan merusak kehidupan individu dan masyarakat. Diantara langkah untuk menerapi diri dari penyakit ini adalah:
Berpikir posistif, berpikir negatif tentang bulan Shafar akan mendapatkan sesuatu yang negatif pula. Sebaliknya, jika berpikir positif, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang positif. Karena Allah akan menakdirkan untuk kita sesuai dengan apa yang menjadi keyakinann dan anggapan kita. Dalam sebuah hadits qudtsi Allah berfirman:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِ بِى, إِنْ ظَنَّ بِى خَيْرًا فَلَهُ وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ. (رواه أحمد)
“Aku tergantung prasangka hamba-Ku. Jika ia berprasangka baik kepada-Ku, maka baik pula yang akan terjadi padanya. Jika ia berprasangka buruk kepada-Ku, maka buruk juga yang terjadi padanya.” (HR. Ahmad).
Tawakkal, anggapan sial terhadap bulan Shafar dapat kita tangkal dengan tawakkal kepada Allah. Rasul Muhammad saw bersabda:
اَلطِّيَرَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ. (رواه الترميذي)
“Keyakinan sial termasuk kesyirikan, tidak ada seorangpun di antara kita melainkan terjangkit penyakit ini. Akan tetapi sungguh Allah menghilangkannya dengan tawakkal.” (HR. at-Tirmidzi)
Setelah kita memilih untuk meneruskan langkah kaki kita, maka saatnya kita bertawakkal kepada Allah secara benar. Yakni, berusaha dengan mengerahkan segenap kemampuan, menempuh cara-cara yang benar, dan bertindak secara professional. Setelah itu berserah diri kepada Allah.
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah…
Keyakinan bahwa bulan Shafar sebagai bulan sial adalah keyakinan yang tidak memiliki landasan kebenaran. Semua bulan membawa keberkahan dan keberuntungan, tergantung pada sikap dan prilaku kita. Sikap dan keyakinan yang positif akan mendorong hal-hal yang positif dalam kehidupan. Sebaliknya, sikap dan keyakinan negatif akan mendorong hal-hal yang negatif pula dalam kehidupan.
Semoga kita dihindarkan dari sikap dan keyakinan yang tidak benar sehingga diselamatkan dari hal-hal yang tidak mengenakkan. Aamiin.
وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُوْلُ. وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِى الْمُهْتَدُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, قُلْ لَنْ يُصِيْبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا, هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى. وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى. وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ. أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ. فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ. فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ ارْفَعْ وَادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْن وّفِرُوسْ قَرَنَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ،عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً. إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ والْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ الدَّائِمَةَ فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ. بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ. وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيأ حَسَنَةً, وَفِى ألآخِرَةِ حَسَنَةً, وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعّالّمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ. إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُؤْتِكُمْ. وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ.
Editor: Kastolani Marzuki
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku