Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Bermuhasabah sesungguhnya tidak memiliki waktu tertentu. Tidak harus dilakukan pada bulan Safar atau Rabu terakhir di dalamnya.
Sesungguhnya tidak ada istilah “hari sial” dalam pandangan syari’at. Semua hari adalah sama. Kita tidak boleh berperasangka buruk (tasya’um) pada hari tertentu. Kaum Jahiliyyah dahulu memiliki mitos bahwa bulan Shafar adalah hari buruk dan sial.
Firman Allah SWT
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا}
Artinya: Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. Al-Hadid: 22)
Rasulullah Saw juga telah meluruskan mitos terkait kesialan di Rebo terakhir Bulan Syaban tersebut. Nabi SAW bersabda:
لا عدوى ولا طيرة ةلا هامة ةلا صفر وفر من المجذوم كما تفر من الأسد
Artinya: Tidak ada wabah (yang menyebar secara sendirinya), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga Safar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.”
Dari keterangan Hadits tersebut mengingatkan kepada kita jangan sampai meyakini bahwa Rabu Wekasan adalah hari buruk. Kita dianjurkan bermuhasabah dengan datangnya 300.000 cobaan sebagaimana keterangan dari sebagian Ahli Kasyf di atas.
Namun tetap harus berperasangka baik kepada Allah Swt akan hari tersebut. Tidak meyakininya sebagai hari buruk.
Sebagian ulama menganjurkan untuk melakukan amaliyah dan doa khusus di hari “Rabu Wekasan”. Di antaranya shalat sunah mutlak sebanyak 6 raka’at. Raka’at pertama membaca al-Fatihah dan Ayat Kursi, rakaat kedua dan selanjutnya membaca surat al-Fatihah dan surat al-Ikhlash.
Kemudian membaca shalawat kepada baginda Rasulullah Saw dengan bagaimanapun bentuk shighatnya, Serta diakhiri dengan membaca doa.
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Demikianlah kita memaknai momentum di bulan Safar, lebih khususnya Rabu Wekasan. Terlepas dari perbedaan ulama mengenai legalitas shalat pada hari tersebut, yang paling penting adalah bagaimana kita dapat mengambil hikmahnya dengan semakin meningkatkan kualitas ibadah kita.
Baik yang bersifat Ubudiyyah mahdloh yang berkaitan dengan penghambaan di hadapan Allah Swt secara khusus atau ibadah ghairu mahdloh yang kaitannya dengan interaksi sosial.
فَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku