JAKARTA, iNEWS.ID - Kejaksaan Agung membuka peluang menjerat para tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina, dengan hukuman mati.
Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, peluang hukuman mati itu terbuka, karena para tersangka diduga melakukan korupsi, saat Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.
Bos Google: Jangan Membabi Buta Percaya pada AI
Adapun aturan yang memungkinkan hukuman mati bagi koruptor tertuang dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bunyinya, dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Keadaan tertentu yang dimaksud sebagai pemberatan bagi koruptor yakni, apabila tindak pidana dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya, saat terjadi bencana alam nasional, residivis, atau saat negara sedang dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Sementara itu, waktu terjadinya dugaan tindak pidana atau tempus delicti kasus korupsi minyak Pertamina yang disidik Kejagung, pada periode 2018-2023. Dengan begitu, para tersangka diduga melakukan perbuatannya pada 2020, ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Burhanuddin menyatakan, penyidik akan menelusuri perbuatan tersebut dilakukan saat masa Covid-19 atau tidak. Apabila ditemukan alat bukti, maka para tersangka berpeluang dijerat dengan hukuman mati.
Diketahui, Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan KKKS tahun 2018-2023. Sembilan orang jadi tersangka dalam kasus ini, enam di antaranya pegawai Pertamina dan tiga tersangka lainnya dari pihak swasta. Seluruhnya telah ditahan oleh Kejagung.
Adapun total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Perinciannya, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun.
Kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi pada 2023 sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi pada 2023 sekitar Rp21 triliun.
Editor: Mu'arif Ramadhan