JAKARTA, iNews.id - Transportasi online pada awalnya sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan. Namun belakangan ini angkutan yang terkenal murah, aman dan cepat itu banyak menimbulkan pro dan kontra, apalagi ditambah banyaknya oknum pengemudi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam berlalu lintas.
Tanggapan masyarakat dengan keberadaan ojek online sangat luar biasa. Pada 2017, layanan yang dimiliki oleh salah satu penyedia jasa ojek online dipakai secara aktif oleh 15 juta orang per minggu. Karena banyaknya permintaan, akhir 2017 jumlah pengemudi ojek online membengkak lebih dari 900.000.
Namun, dengan semakin banyaknya pengemudi ojek online, semakin banyak juga sisi negatif yang timbul. Pasalnya, pengemudi yang mangkal sembarangan menjadi penyumbang kemacetan di ibu kota. Tidak hanya itu, sejumlah oknum ojek online juga banyak yang melanggar lalu lintas, seperti menerobos lampu merah, menggunakan jalur steril bus Transjakarta, hingga menggunakan telepon seluler saat berkendara.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sempat bersitegang dengan pengemudi ojek online. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menhub (Permenhub) yang dianggap mengatur keran rezeki mereka. Padahal, Kemenhub hanya mengatur agar tidak ada ketimpangan antara angkutan umum dengan transportasi online.
Desakan penghapusan angkutan online pun disuarakan oleh pengemudi angkutan umum. Salah satunya taksi konvensional dan ojek pangkalan. Mereka menganggap keberadaan angkutan berbasis online itu mengurangi penghasilan mereka.
Dengan itu, pemerintah diharapkan mampu membuat transportasi di Indonesia terus berkembang, tanpa harus berpihak kepada salah satu. Masyarakat pada dasarnya hanya menginginkan transportasi yang harganya terjangkau, aman, dan nyaman.
Video Editor: Khoirul Anfal
Editor: Dani M Dahwilani