Bakal Membusuk di Penjara, Siapa Sesungguhnya Brenton Tarrant?
Tarrant juga tampaknya terpukul keras ketika ayahnya meninggal karena kanker pada 2010 di usia 49 tahun. Penjelasan yang diperoleh para wartawan sejauh ini cuma itu.
Akan tetapi, tidak ada teman atau rekan kerjanya yang bisa menjelaskan kebencian yang membakar jiwa Tarrant hingga menjadikannya seorang penjahat. Tak ada keterangan yang memadai soal penyebab dia membenci umat Islam dan orang-orang kulit berwarna sedemikian rupa.
Hal yang patut diperhatikan pada kepribadian Tarrant tampaknya adalah kerentanannya terhadap kebencian di dunia maya. Hal itu pada akhirnya mendorongnya untuk mempersenjatai diri dan membagikan aksi pembantaiannya di media sosial melalui kamera GoPro yang dipasang di helm, saat menyerang masjid dan Pusat Islam di Christchurch.

Semakin terisolasi di dunia nyata, Tarrant menjadi betah untuk berlama-lama di dunia maya yang menyediakan ruang obrolan bagi kaum ekstremis. Dia juga berbagi meme dan lelucon rasial dengan berbagai kenalan daring yang kian mendorong pandangan radikalnya.
Jaksa Mark Zarifeh, mengutip dari wawancara yang dilakukan otoritas penjara dengan Tarrant pada April lalu, berusaha menggambarkan keadaan pikiran sang teroris pada saat penyerangan berlangsung.
“Dia (Tarrant) mengaku memiliki kondisi emosi yang beracun dan sangat tidak bahagia. Dia merasa dikucilkan oleh masyarakat dan ingin merusak masyarakat sebagai tindakan balas dendam,” kata Zarifeh.
Beberapa menit sebelum pembantaian, Tarrant sempat mengirim pesan ke laman web ekstremis 8Chan—yang sekarang sudah dihapus—mengatakan bahwa ini adalah “waktunya berhenti membuat unggahan omong kosong dan saatnya membuat unggahan tentang upaya yang nyata”.

Di pengadilan, Mirwais Waziri, salah satu korban yang selamat dan ditembak di leher, mengingatkan Tarrant bahwa korban tewas termuda dalam serangannya terhadap para laki-laki, perempuan, dan anak-anak—yang semuanya tidak bersenjata—adalah Mucad Ibrahim yang berusia tiga tahun. Mucad ditembak dua kali sambil berpegangan pada kaki ayahnya untuk perlindungan.
“Dia (Tarrant) tidak memiliki agama, keyakinan, ataupun warna kulit. Dia tidak tahu apa-apa tentang itu,” kata Waziri.
“Bagaimana Anda akan menjawab, bagaimana Anda akan menghadap Tuhan pada hari penghakiman dan menjawab bagaimana dan mengapa Anda membunuh anak laki-laki berusia tiga tahun itu?” ucap Waziri.
Editor: Ahmad Islamy Jamil