Ebrahim Raisi Terpilih Jadi Presiden Iran, Begini Tanggapan PM Israel
YERUSALEM, iNews.id - Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett mengutuk terpilihnya mantan hakim garis keras, Ebrahim Raisi sebagai presiden Iran. Dia mengatakan, Raisi akan menjadi "rezim algojo yang brutal".
Dilansir dari Reuters, Bennett meminta kekuatan dunia agar tidak merundingkan kesepakatan nuklir baru dengan Iran.
Sebelumnya, Raisi, yang dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat karena pelanggaran hak asasi manusia, meraih kemenangan dalam pemilihan presiden Iran yang diumumkan pada hari Sabtu.
Bennett menuduh terpilihnya Raisi lebih disebabkan kedekatannya dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bukan karena hasil murni dari pilpres.
"Pemilihan Raisi, menurut saya, adalah kesempatan terakhir bagi kekuatan dunia untuk bangkit sebelum kembali ke perjanjian nuklir," kata Bennett dalam sebuah pernyataan yang dia bacakan pertama kali dalam bahasa Ibrani dan kemudian dalam bahasa Inggris.
Dia menambahkan, rezim algojo brutal tidak boleh diizinkan memiliki senjata pemusnah massal. Maka dari itu, posisi Israel tidak akan berubah dalam hal ini.
Raisi tidak pernah secara terbuka merespons tuduhan seputar perannya terkait kematian ribuan tahanan politik pada 1988. Amerika Serikat dan kelompok HAM menyebut kematian mereka sebagai eksekusi di luar hukum.
AS, di bawah kepeminpinan Donald Trump, keluar dari keaepakatan nuklir Iran pada 2018. Langkah yang didukung oleh Israel. Namun pemerintahan Joe Biden ingin AS kembali lagi ke kesepakatan rencana aksi bersama JCPOA itu. JCPOA yang juga diteken oleh Rusia, China, Inggris, Prancis dan Jerman, dibuat semasa pemerintahan Barack Obama.
Editor: Umaya Khusniah