Hubungan Rusia dan Ukraina Makin Memanas, Baca News RCTI+
JAKARTA, iNews.id - Dalam beberapa bulan terakhir, Ukraina mendapat perhatian masyarakat internasional. Pasalnya, negara bekas pecahan Uni Soviet tersebut sedang berkonflik dengan Rusia. Konfrontasi bertambah tinggi setelah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa di bawah bendera NATO ikut campur mendukung Ukraina. Bagaimana kelanjutan konflik Rusia versus Ukraina? Ikuti News RCTI+ yang selalu mengupdate kabar terbaru terkait masalah tersebut.
Ketegangan antara Ukraina dan Rusia yang mulai terjadi sejak Desember 2019 menjadi perhatian warga dunia. Dua negara tersebut telah mengerahkan pasukan dan kekuatan militer di sepanjang perbatasan. Sumber intelijen, baik dari Amerika Serikat maupun Eropa, mengingatkan perang antara Ukraina dan Rusia bisa meletus kapan saja.
Pada Minggu (13/2/2022) pagi, Pemerintah Australia mengumumkan telah mengevakuasi para staf kedutaan besarnya di Kiev. Ini dilakukan terkait eskalasi keamanan antara Rusia-Ukraina yang meningkat cepat. Negeri Kanguru juga meminta warganya untuk segera meninggalkan Ukraina.
Australia mengikuti negara-negara lain, seperti Amerika Serikat dan Eropa yang telah lebih dulu mengosongkan kantor kedutaannya di Kiev, menarik staf kedutaan, para diplomat beserta keluarganya dari Ukraina. Amerika Serikat menyerukan warganya untuk sesegera mungkin meninggalkan Ukraina pada Sabtu (12/2/2002).
Dari laporan intelijen AS melalui citra satelit, terlihat Rusia mengerahkan kekuatan militernya sejak Desember di wilayah perbatasan dengan Ukraina. Diperkirakan Rusia telah menempatkan lebih dari 120.000 pasukan, termasuk juga di Belarusia. Seperti diketahui, Belarusia yang juga sekutu dekat Rusia memiliki wilayah perbatasan sangat panjang dengan Ukraina.
Dalam menghadapi potensi agresi Rusia, Ukraina tidak sendiri. Negara yang memisahkan diri dari Uni Soviet pada 1991 itu mendapat dukungan dari AS dan NATO. Bahkan AS telah menempatkan 3.000 tentara di Polandia, negara anggota NATO sekaligus tetangga terdekat Ukraina.
Konflik antara Rusia dan Ukraina sebenarnya sudah terjadi sejak Uni Soviet pecah pada 1991. Rusia sepertinya tidak rela Ukraina berdiri sendiri menjadi negara berdaulat. Kedekatan budaya dan sumber daya alam yang dimiliki Ukraina menjadi salah satu alasan Rusia masih ingin menguasai Ukraina.
Ukraina sendiri telah mengalami dua kali revolusi, yakni pada 2005 dan 2014. Rusia dituding berada di balik gejolak politik di Ukraina. Saat revolusi pada 2014, Presiden Ukraina Viktor Yanukovych dilengserkan. Kondisi kacau di Ukraina ini dimanfaatkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mencaplok Kremia, wilayah otonomi Ukraina yang terletak di semenanjung Laut Hitam. Perang pun tak terhindari antara pasukan Rusia dan kelompok-kelompok separatis Kremia yang didukung Ukraina.