Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Heboh Skandal Judi Sepak Bola Turki, 29 Pemain Diburu Polisi termasuk Klub Galatasaray
Advertisement . Scroll to see content

Ini Alasan Turki Menyerang Suriah dan Sejarah Suku Kurdi

Minggu, 13 Oktober 2019 - 13:38:00 WIB
Ini Alasan Turki Menyerang Suriah dan Sejarah Suku Kurdi
Suku Kurdi mendiami 4 negara dan telah berperang dengan Turki sejak akhir PD I (Foto: AFP)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Turki melancarkan serangan besar-besaran ke timur laut Suriah yang menjadi basis pasukan Kurdi, di bawah milisi YPG, sejak Rabu (9/10/2019).

Hingga Minggu (13/10/2019), dilaporkan dari berbagai sumber, sedikitnya 74 milisi YPG dan satu tentara Turki tewas. Semantara belasan warga sipil dari dua pihak juga dilaporkan meninggal terutama setelah aksi saling balas serangan udara di kota-kota perbatasan kedua negara.

Lantas, apa itu suku Kurdi itu dan mengapa Turki memerangi etnis ini sampai harus menyerang Suriah?

Kurdi merupakan suku non-Arab yang saat ini mendiami banyak tempat, namun yang terbanyak di empat negara, yakni Turki, Suriah, Iran, dan Irak. Populasi mereka diperkirakan antara 25 sampai 35 juta jiwa.

Jumlah terbesar mereka berada di Turki, di mana 20 persen dari total penduduk Turki merupakan Kurdi. Sisanya berada di Irak, yakni 15-20 persen dari jumlah penduduk negara itu. Lainnya, di Suriah sekitar 15 persen dan Iran 10 persen.

Meski jumlahnya terbilang besar, Kurdi tak memiliki negara sendiri. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah pegunungan di sebelah selatan Turki, utara Suriah, dan di kota-kota besar Irak dan Iran.

Dalam jumlah sangat kecil, suku Kurdi juga bisa ditemukan di Armenia, Azerbaijan, Lebanon, serta berdiaspora ke Eropa, khususnya Jerman.

Runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani di akhir Perang Dunia I sebenarnya membuka peluang bagi Kurdi untuk membentuk negara sendiri yang diatur dalam Perjanjian Sevres pada 1920. Namun jenderal militer Turki saat itu Mustafa Kemal Ataturk menentang perjanjian itu dan memutuskan berperang melawan Kurdi.

Pada 1923, muncul kesepakatan baru yang dikenal dengan Perjanjian Lausanne 1923. Di dalamnya mengatur batasan-batasan bagi Kurdi di bawah Turki modern pasca-runtuhnya Dinasti Utsmaniyah.

Meski gagal mendirikan negara, suku Kurdi terus mencari dukungan internasional untuk membuat negara. Usaha mereka tetap saja gagal, apalagi tiga negara lain yakni Suriah, Iran, dan Irak juga menganggap mereka sebagai ancaman.

Mengangkat senjata tampaknya menjadi upaya terakhir mereka untuk mewujudkan negara berdaulat. Karena jumlah terbesar berada di Turki, Kurdi melancarkan serangan merongrong pemerintahan di sana. Dimulai dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang telah melancarkan pemberontakan selama 35 tahun. Dampaknya, PKK dimasukkan sebagai organisasi teroris dan terlarang di Turki.

Pendiri PKK Abdullah Ocalan sudah dipenjara sejak 1999. Sejak pemberontakan itu, suku Kurdi di Turki tak bisa hidup tenang. Pergantian kepemimpinan silih berganti di Turki dan sikap setiap periode tetap sama, melawan upaya Kurdi mendirikan negara sendiri.

Setelah Turki dilanda perang saudara pada 2011, Kurdi mengambil keuntungan dari kekacauan itu untuk mendirikan wilayah otonom di utara Turki yang berbatasan dengan Suriah. Sejak itu Turki melakukan dua serangan lintas-batas besar termasuk ke wilayah Suriah, yakni pada 2016 dan 2018. Turki meluncurkan serangan ketiga pada 9 Oktober 2019.

Di Irak, suku Kurdi juga teraniaya di bawah rezim Saddam Hussein yang didominasi orang Arab. Namun mereka bisa bangkit setelah kekalahan Irak dalam Perang Teluk pada 1991. Tentunya Kurdi berterima kasih kepada Amerika Serikat yang dianggap mengakhiri penindasan mereka.

Mereka membentuk wilayah otonomi de facto di utara, yang diresmikan oleh konstitusi Irak pada 2005. Pada 2017 suku Kurdi Irak memilih merdeka dalam referendum yang tidak mengikat.

Namun pemerintahan Baghdad geram dan sebagai pembalasan, pasukan merebut wilayah yang dikuasai Kurdi, termasuk ladang minyak yang menjadi andalan keuangan daerah otonomi itu.

Di Iran, di mana pemberontakan Kurdi ditekan dengan keras pada 1979, beberapa kelompok pemberontak Kurdi melakukan serangan dari pangkalan-pangkalan dari arah tetangga Irak.

Di sisi lain, Kurdi, melalui Pasukan Demokratik Suriah (SDF), merupakan sahabat Amerika Serikat, terutama dalam memerangi ISIS di Suriah. SDF bahkan kehilangan 11.000 pasukan dalam operasi militer melawan ISIS sejak 5 tahun terakhir.

Sebagai balas budi, pemerintahan negara Barat memberikan bantuan bagi Angkatan Udara Suriah pimpinan Kurdi untuk melindungi wilayah mereka, termasuk memasok persenjataan dan memberikan pelatihan. Namun sejak Turki menekan Barat, AS tak lagi memasok persenjataan berat ke SDF.

Editor: Anton Suhartono

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut