JAKARTA, iNews.id - Ada masalah cukup sistemik berkembang di ASEAN. Sebagai organisasi berbasis kebangsaan, ASEAN dinilai semakin jauh dari masyarakat sipil. Hal ini terungkap dalam Temu Nasional 'ASEAN People Centrum: How ASEAN Matters?' yang diselenggarakan Synergy Policies, Rabu (9/8/2023).
Direktur Eksekutif Synergy Policies Dinna Prapto Raharja mengatakan, pada diskusi memperingati 56 tahun ASEAN ini, para peserta yang terdiri atas kalangan think-tank, organisasi kepemudaan, jurnalis, dan organisasi masyarakat sipil di tataran regional, nasional, menceritakan pengalaman mereka.
Genosida, Turki Keluarkan Surat Perintah Penangkapan untuk Netanyahu dan 36 Pejabat Israel
Menurut Dinna, keikutsertaan unsur masyarakat sipil dianggap sebagai legitimasi bagi ASEAN, padahal pembahasan yang ada masih jauh dari menyelesaikan permasalahan sosial yang berkembang di kawasan. Berbagai dokumen komitmen memang lahir tetapi belum diikuti dengan implementasi yang dampaknya dapat dirasakan masyarakat.
Senior Advisor Synergy Policies Marzuki Darusman menambahkan, harus disadari ASEAN pada hakikatnya adalah people, bahkan tercantum dalam Deklarasi dan Piagam ASEAN. Organisasi yang menghimpun negara-negara Asia Tenggara tersebut selama ini masih bersifat state-centric, sehingga perlu diimbangi dengan people centric.
Presiden Jokowi Ajak Semua Negara ASEAN Saling Melengkapi dan Menguatkan
"Kalau di Sisingamangaraja ada state regionalism, hari ini kita merumuskan non-state regionalism, people-based regionalism,” kata Marzuki Darusman.
Hadir dalam Temu Nasional ini unsur masyarakat sipil yang menangani isu pekerja, pekerja migran, pengarusutamaan hak perempuan, anak dan disabilitas, penanganan perdagangan orang, antikorupsi dan demokrasi, lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan reproduksi, pencegahan kekejaman dalam politik, dan advokasi orang muda. Dari unsur jurnalis, hadir perwakilan dari enam media massa digital, TV maupun cetak.
Urutan Negara dengan Paspor Terkuat di ASEAN, Indonesia Nomor Berapa?
Wahyu Susilo dari Migrant CARE mengungkap, masalah yang terus muncul di ASEAN dikarenakan masyarakat sipil bergerak sendiri-sendiri termasuk dalam penanganan pekerja migran.
“Itu sebabnya tidak ada daya tawar dari masyarakat sipil saat berjuang melalui mekanisme ASEAN. Indonesia seharusnya aktif mengedepankan perlindungan pekerja migran secara konkret. Harus ada dalam hasil ASEAN Summit 2023 nanti komitmen memproduksi laporan rutin seputar migrant quality live index atau penanganan isu-isu pekerja migran terkini terkait perubahan iklim, transparansi, ekstremisme dan lainnya," kata Wahyu.
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku