NAYPYITAW, iNews.id - Junta militer Myanmar berniat mempererat hubungan dengan Amerika Serikat (AS) setelah dijatuhi berbagai sanksi dari pemerintahan Joe Biden. Selain itu mereka ingin menggandeng negara-negara Arab, terutama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, terkait pengungsi muslim Rohingya.
Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, militer Myanmar ingin menjauhkan diri dari China dan dekat ke Barat.
Rusia Tuduh Ukraina dan Inggris Coba Curi Jet Tempur MiG-31 Bersenjata Rudal Hipersonik Kinzhal
Seorang pelobi Israel-Kanada yang kini dipekerjakan oleh junta militer Myanmar, Ari Ben Menashe, mengatakan para jenderal junta ingin mengambil pendekatan berbeda. Sebelumnya, pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dinilai terlalu dekat dengan pemerintahan China.
“Ada dorongan kuat untuk lebih dekat ke Barat dan AS, sebagai sikap yang berlawanan dari sebelumnya. Jenderal militer Myanmar tidak ingin jadi ‘boneka China’," kata Ben Menashe, dikutip dari Reuters, Minggu (7/3/2021).
Amerika Serikat Bekukan Dana Rp14 Triliun Milik Myanmar
Pria yang merupakan mantan pejabat intelijen militer Israel itu dikontrak oleh jenderal Myanmar untuk membantu berkomunikasi dengan AS dan negara lain.
Militer mengklaim negara luar keliru dalam menanggapi apa yang terjadi di Myanmar.
Muslim Rohingya Tolak Dipulangkan ke Myanmar Pascakudeta Militer: Bagaimana Mungkin Kami Aman
Pada Kamis lalu, AS mengecam pembunuhan demonstran oleh aparat Myanmar dan menjatuhkan sanksi kepada kementerian serta bisnis yang dikendalikan militer.
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku