Kasus Najib Razak, Anwar Ibrahim: Lama di Politik, Akhirnya Ditangkap
JAKARTA, iNews.id - Tokoh reformasi yang juga salah satu pemimpin koalisi pemerintahan Malaysia, Pakatan Harapan, Anwar Ibrahim, mengomentari persidangan yang dijalani mantan Perdana Menteri Najib Razak.
Pria yang pernah duduk di kursi pesakitan saat pemerintahan Najib itu yakin terdakwa mendapat perlakuan hukum yang adil.
Saat menyampaikan pidato di acara 'ECGL Leadership Forum' di Jakarta, Rabu (4/7/2018), Anwar mengomentari sidang perdana Najib.
Dia menegaskan, sebagai pendukung penegakan hukum dan demokrasi, hukum tidak mengenal besar-kecilnya kedudukan dan ketokohan seseorang. Pihak yang memutuskan seseorang bersalah atau tidak bukan presiden atau perdana menteri, tapi proses pengadilan yang adil.
"Itu jaminan yang diberikan kepada Najib, walaupun saya tidak mendapat kesempatan itu," ungkap Anwar.
Dia juga menyinggung kasus yang menyeret dirinya beberapa tahun silam, saat Najib masih menjadi perdana menteri. Kendati demikian, dia menegaskan sudah memaafkannya.
"Tetapi soal merampok harta rakyat, mencuri dana, menzalimi rakyat, dan lainnya, itu bukan kuasa saya," tutur suami dari wakil perdana menteri Wan Azizah Wan Ismail itu.
Terkait skandal korupsi 1MDB, Anwar kembali menegaskan Najib akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diperbuat.
"Jadi segala kecurangan ini, saya percaya beliau (Najib) akan diberikan proses yang adil dan rakyat dapat menilai berdasarkan fakta," ujarnya.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, kasus Najib menjadi pelajaran pada para pemimpin politik bahwa kekuasaan itu merupakan amanah. Seorang pemimpin harus melihat amanah bukan hanya dari keistimewaannya.
Dia menegaskan, menggunakan kekuasaan untuk merampok atau mencuri menunjukkan sikap arogan dan angkuh yang sangat luar biasa.
"Kita melihat, karena belum pernah seorang tokoh negara, perdana menteri (berkuasa) sekian lama, tokoh politik lama yang berjuang dan bergelumang di lubang politik, tapi akhirnya ditangkap, dibawa ke pengadilan karena kecurangan perampokan yang cukup besar," ujarnya.
Editor: Anton Suhartono