Kembali Normal, Warga Beijing Diperbolehkan Keluar Rumah Tanpa Masker
BEIJING, iNews.id - Otoritas kesehatan Beijing telah mencabut syarat mengenakan masker bagi warga yang ingin beraktivitas di luar ruangan. Langkah tersebut diambil setelah kota itu melaporkan tidak ada kasus baru Covid-19 dalam 13 hari terakhir.
Meskipun aturan sudah dilonggarkan, masih banyak ditemukan warga Beijing mengenakan masker saat berada di luar rumah. Mereka beralasan merasa aman dengan mengenakan masker, sementara yang lain mengatakan tekanan sosial memaksa mereka tetap memakai masker.
"Saya rasa saya bisa melepas masker saya kapan saja, tetapi saya perlu melihat apakah orang lain menerimanya. Karena saya takut orang-orang akan merasa khawatir melihat saya tidak memakai masker," kata seorang perempuan warga Beijing bermarga Cao dikutip dari Reuters, Sabtu (22/8/2020).
Ini adalah kedua kalinya otoritas kesehatan Beijing melonggarkan pedoman tentang pemakaian masker di ibu kota, yang sebagian besar telah kembali normal setelah dua kali lockdown membuat penularan berhenti.
Pusat Pengendalian Penyakit Kota Beijing pertama kali mengatakan warga diperbolehkan pergi keluar rumah tanpa masker pada akhir April lalu. Namun, aturan itu ditarik kembali pada Juni setelah muncul kasus baru yang berasal dari pasar grosir Xinfandi.
China melaporkan tidak ada kasus baru yang ditularkan secara lokal selama lima hari terakhir setelah berhasil mengendalikan penularan di Beijing, Xinjian, dan banyak kota lain.
Para ahli mengatakan kunci keberhasilan China dalam mengendalikan virus ini adalah aturan lokal yang ketat, termasuk aturan mengenakan masker, karantina wajib di rumah, dan partisipasi dalam tes massal.
Pada 20 Agustus kemarin, otoritas berwenang melaporkan terdapat 22 kasus infeksi baru yang berasal dari pendatang luar China. Hal ini memaksa China menutup perbatasannya untuk sebagian besar warga non-China.
Sejak Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, China mencatat total kasus Covid-19 sebanyak 84.917 dengan jumlah kematian mencapai 4.643. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dari angka penularan di Amerika Serikat yang mencapai lebih 3,5 juta orang.
Editor: Arif Budiwinarto