Keren! Ilmuwan Temukan Makanan Hibrida Baru, Daging Sapi Bisa Tumbuh dalam Beras
Pertama, para ilmuwan melapisi butiran beras dengan gelatin ikan food grade dan enzim makanan untuk membantu sel menemukan titik tumpunya dan memaksimalkan jumlah bahan seluler yang menempel dan tumbuh pada beras. Park dan kawan-kawan kemudian menyemai butiran beras dengan sel induk otot dan lemak sapi, dan membiarkannya tumbuh dalam cawan petri selama 9 hingga 11 hari.
Di akhir masa budidaya, para peneliti menguji beras tersebut untuk mempelajari struktur dan kandungan nutrisinya. Mereka menemukan bahwa beras hibrida daging sapi lebih keras dan rapuh dibandingkan dengan beras biasa.
Namun, yang lebih penting adalah, profil nutrisi beras itu telah berubah. Beras hibrida tersebut memiliki kandungan protein dan lemak yang jauh lebih tinggi, yaitu 8 persen lebih tinggi protein dan 7 persen lebih tinggi lemak dibandingkan dengan beras biasa.
Angka tersebut mungkin memang tidak terlalu banyak, namun dengan penyesuaian, jumlahnya bisa meningkat lebih tinggi lagi. Saat ini, produksi beras daging (atau daging beras) akan lebih murah dibandingkan daging sapi per gram protein, baik dari segi emisi maupun uang yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya.
Produksi padi hibrida ini, menurut perhitungan tim Park, menghasilkan 6,27 kg karbon dioksida per 100 gram protein. Sementara daging sapi melepaskan 49,89 kg karbon dioksida per 100 gram protein. Adapun biaya beras hibrida di tangan konsumen adalah sekitar 15 persen dari harga daging sapi per kg.
Dan perubahan pada profil rasa nasi hasil rekayasa teknologi pangan ini juga terbilang menarik. Tim periset menemukan bahwa otot dan lemak daging sapi menambahkan senyawa bau berbeda pada nasi, yang mungkin menyenangkan untuk dicoba oleh para juru masak.
“Saya tidak mengira sel-sel tersebut akan tumbuh dengan baik di dalam beras,” kata Park.
“Sekarang saya melihat banyak sekali kemungkinan untuk makanan hibrida berbahan dasar biji-bijian ini. Suatu hari nanti, (beras baru ini) bisa berfungsi sebagai bantuan pangan untuk mengatasi (bencana) kelaparan, ransum militer, atau bahkan makanan luar angkasa,” tuturnya.
Editor: Ahmad Islamy Jamil