Kisah Tahanan Muslim Xinjiang, Dipaksa Makan Babi dan Dilarang Salat
BEIJING, iNews.id - Seorang muslim mantan tahanan di Xinjiang, China, mengungkap bagaimana perlakuan yang dialaminya. Dia dan muslim lain dipaksa melakukan berbagai aktivitas yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Para pakar PBB mengungkap, China menahan sekitar 1 juta muslim di kamp-kamp di Xinjiang, sebagian besar penghuninya merupakan etnis Uighur.
Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng menolak tuduhan itu dan mengatakan mereka menjalani pendidikan untuk melawan ekstrimisme Islam di wilayah mayoritas muslim itu. Kamp-kamp itu disebutnya dengan istilah 'kampus'.
Tapi, muslim menyebutnya sebagai ajang indoktrinasi yang menjauhkan pemeluknya dari ajaran Islam sebenarnya.
Menurut mantan tahanan, Omir Bekali, aktivitas di kamp itu dimulai dengan dengan menyanyikan lagu-lagu patriotik di pagi hari, disusul dengan sesi dialog yang sebenarnya diarahkan untuk mengkritisi pemahaman agama pada setiap muslim.
Pria dari etnis Kazakh itu menghabiskan beberapa pekan di kamp Karamay sebelum pindah ke Turki pada tahun lalu. Menurut dia, aktivitas yang dialaminya meninggalkan trauma dan jauh dari kesan mendidik.
Para tahanan, kata Bekali, dipaksa untuk menghapus keyakinan sebagai muslim.
"Setiap pagi, pukul 07.00 hingga 07.30, kami harus menyanyikan lagu kebangsaan China. Kami bernyanyi bersama, 40 atau 50 orang, menghadap tembok," kata Belaki, kepada AFP, di Istanbul.
"Saya tidak pernah benar-benar ingin bernyanyi, tetapi karena diulangi setiap hari, lagu itu jadi meresap. Bahkan setahun kemudian, musik itu masih beresonansi di kepala saya," katanya.
Lahir di Xinjiang dari orangtua etnis Uighur dan Kazakh, Bekali berangkat ke Kazakhstan pada 2006 untuk mencari pekerjaan. Di sana, dia mendapat kewarganegaraan.
Namun saat berkunjung ke Xinjiang pada Maret 2017 untuk perjalanan bisnis, dia ditangkap dengan tuduhan membantu terorisme. Setelah menghabiskan 7 bulan di penjara, dia dikirim ke kamp tersebut.
Setelah 2 bulan, dia akhirnya bisa meninggalkan kamp itu atas bantuan dari otoritas Kazakhstan.
Di antara kewajiban bagi tahanan, lanjut dia, adalah memakan daging babi setiap Jumat.
Dia mengatakan, para penghuni kamp juga dilarang berbicara dalam bahasa lain kecuali China. Mereka juga dilarang salat serta memelihara jenggot.
Sejak bebas, dia kerap diundang mengisi acara di berbagai negara untuk menceritakan pengalamannya.
Bekali tidak mengetahui nasib orangtua dan empat saudaranya yang tetap di China.
Setelah bebas dia sempat pulang ke Kazakhstan, lalu memutuskan menetap di Turki bersama istri dan anak-anaknya.
Editor: Anton Suhartono