Mengenal Kuda Glowing Akhal-Teke, Dijuluki Hewan Surga dan Pelari Terhebat
Kilauan Bulu Akhal-Teke
Kesan pertama setiap orang yang melihat kuda Akhal-Teke adalah kilau bulunya. Kuda ini memiliki beberapa warna kulit, seperti krem, coklat, dan lainnya.
Akhal-Teke dengan bulu glowing keemasan adalah krem dan palomino. Sementara kuda yang berwarna putih adn abu-abu memunculkan kilau perak.
Mengapa bisa berkilau? Para pakar menjelaskan efek menakjubkan ini disebabkan oleh protein pada lapisan yang memancarkan warna metalik ketika terkena cahaya. Meskipun kuda Aklah-Teke berwarna gelap tidak memiliki efek yang sama, mereka tetap memiliki bulu sangat mengilap.
Bulu yang paling digemari adalah albino dan kremella yang memiliki pantulan logam keperakan dan mutiara.
Akhal-Teke juga popuer di Amerika Serikat (AS).Konon kuda pertama yang tiba di AS memiliki warna emas milik Ratu Isabella dari Spanyol. Sejak itu, trah ini menjadi populer di Amerika.
Sejarah Kuda Akhal-Teke
Kuda ini menghuni wilayah Akhal di selatan Turkmenistan sejak sekitar 3.000 tahun lalu. Mereka diyakini berasal dari kuda yang dibawa oleh bangsa Skit, orang pertama yang menguasai seni menunggang kuda.
Berdasarkan peninggalan arkeologi yang ditemukan di Altai Massif, daerah yang saat ini masuk negara Turkmenistan, menunjukkan kerangka hewan yang ciri morfologinya sangat mirip dengan ras Akhal-Teke saat ini.
Suku di Turmenistan yang berternak kuda mungkin pernah mendiami Pegunungan Altai sebelum menetap di pinggiran Gurun Kara Kun, Persia, Anatolia, dan Suriah. Kuda yang mereka pelihara dikenal dengan berbagai nama, seperti Niseus.
Suku Teke melakukan ekspedisi untuk mencuri dan menangkap budak di selatan sambil membawa dua ekor kuda untuk setiap orang. Seekor kuda ras murni untuk ditunggangi dan seekor kuda pengangkut. Mereka memilih dan memelihara garis keturunan kuda terbaik yang biasanya tidak pernah dijual.
Pada abad ke-19, tentara Rusia memasuki wilayah ini dan mencaplok Turkmenistan. Orang Rusialah yang mulai membiakkan ras Akhal-Teke di peternakan pejantan.
Editor: Anton Suhartono