Pangeran Philip Meninggal, Pangeran Harry: Terima Kasih atas Pengabdianmu
LONDON, iNews.id - Pangeran Harry, tanpa didampingi istrinya Meghan Markle, tiba di Inggris Sabtu pekan lalu untuk menghadiri pemakaman Pangeran Philip yang meninggal di usia 99 tahun pada Jumat lalu.
Harry memuji sang kakek atas pengabdiannya terhadap Ratu Elizabeth II serta menggambarkannya sebagai sosok tuan rumah yang bisa memikat tamunya dengan ucapan tidak terduga.
"Kakek, terima kasih atas pengabdianmu. Dedikasimu untuk Nenek, serta untuk selalu menjadi diri sendiri," kata Harry, dalam pernyataan, dikutip dari Reuters, Senin (12/4/2021).
Lebih lanjut Harry menyebut sosok Duke of Edinburgh sebagai orang apa adanya serta memiliki kecerdasan yang tajam. Philip juga disebut bisa menarik perhatian siapa pun karena pesonanya.
Harry, yang pewaris takhta keenam Kerajaan Inggris, melakukan karantina sesuai protokol kesehatan sehingga dia bisa mengikuti pemakaman Philip di Kastil Windsor pada 17 April mendatang.
Dia dan Meghan meninggalkan Inggris untuk menjalani kehidupan baru di California, Amerika Serikat, setelah mengalami perselisihan dengan keluarga kerajaan.
Selera humor yang tinggi serta dedikasi atas tugas membuat Pangeran Philip dikenang luas masyarakat Inggris, meskipun tidak diakui sabagai raja.
Namun, karena sifat apa adanya itulah dia justru pernah dikritik, salah satunya saat memberikan pernyataan, beberapa di antaranya bernada rasis.
Dia pernah bertanya, yang juga didengar Paus Benediktus XVI dan Ratu saat itu, apakah seorang politikus perempuan Skotlandia mengenakan celana dalam Tartan.
Philip juga melontarkan pertanyaan seolah menantang kepada presiden Kenya Jomo Kenyatta saat perayaan hari kemerdekaan negara Afrika itu pada 1963.
Saat bendera Inggris hendak diturunkan, Philip mengatakan kepada Kenyatta, "Apakah Anda yakin ingin melakukan ini?"
Komentar lainnya pernah menyinggung kebiasaan minum orang Skotlandia serta masakan nasional Hongaria.
Di parlemen, Perdana Menteri Boris Johnson juga menyinggung soal kelakuan Philip yang lebih kontroversial, termasuk tentang kanibalisme di Papua Nugini serta pembunuhan keluarganya oleh Rusia.
"Memang benar, dia kadang-kadang mengendarai bus dan menunggang kuda melewati poin-poin penting protokol diplomatik. Dia menciptakan sebuah kata baru, dontopedalogi, pengalaman memasukkan kaki ke dalam mulut Anda," kata Johnson.
"Tapi dunia tidak menentangnya. Mereka sangat memahami bahwa dia mencoba untuk memecahkan kebekuan, membuat segalanya bergerak, membuat orang tertawa serta mereka tidak gugup," ujar Johnson, menjelaskan.
Editor: Anton Suhartono