Penghancuran Pangkalan Militer AS di Kamboja, Diduga Ada Kerja Sama Rahasia dengan China
WASHINGTON, iNews.id - Lembaga peneliti Amerika Serikat merilis laporan penghancuran pangkalan angkatan laut AS lainnya di Kamboja. Laporan tersebut disusun berdasarkan citra satelit.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) mempublikasikan foto-foto yang memperlihatkan fasilitas perawatan kapal jenis Rigi-Hulled Inflatble di Pangkalan Ream Kamboja pada tanggal 1 Oktober, serta lokasi serupa pada tanggal 4 November.
Pada foto terbaru yang diambil satelit, fasilitas AS tersebut terlihat sudah tidak utuh, diduga kuat telah dihancurkan.
Laporan CSIS muncul setelah Pentagon bulan lalu mengatakan bahwa pihaknya prihatin dengan laporan penghancuran fasilitas markas taktis dan pemeliharaan AL Amerika Serikat di Ream.
Artinya, dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sudah dua fasilitas AS di Kamboja yang dihancurkan.
Alasan Kamboja hancurkan fasilitas AS
Kantor Perdana Menteri Kamboja mengklaim fasilitas tersebut sedang direlokasi, akan tetapi pernyataan tersebut mencuatkan keraguan mengingat fasilitas perawatan kapal milik AS baru berusia tiga tahun.
Tahun lalu, Pentagon meminta Kamboja untuk menjelaskan mengapa mereka menolak tawaran untuk memperbaiki pangkalan, mengatakan keputusan itu telah meningkatkan spekulasi kemungkinan rencana untuk menampung militer China pada saat ketegangan China-AS meningkat.
Oktober lalu, Pemerintah Kamboja membantah tudingan AS tersebut. Kamboja berdalih penghancuran fasilitas milik AS di Ream untuk memungkinkan proyek perluasan lebih lanjut, selama pembangunan aktivitas pangkalan sementara akan dipindahkan.
Dugaan Kamboja capai kesepakatan rahasia dengan China
Kamboja juga menyanggah laporan telah mencapai kesepakatan rahasia untuk membiarkan Beijing menempatkan pasukan di pangkalan itu.
Kedutaan Kamboja dan Amerika Serikat belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan terbaru CSIS.
Kamboja adalah salah satu sekutu terdekat China di Asia Tenggara dan telah menerima miliaran dolar bantuan China serta dukungan politik untuk Hun Sen dalam menghadapi kritik Barat.
Editor: Arif Budiwinarto