Perempuan Pembunuh Berdarah Dingin Dibebaskan dalam Kesepakatan Damai Afghanistan-Taliban
KABUL, iNews.id - Dua perempuan mantan anggota Taliban yang terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin telah dibebaskan dari penjara. Keduanya tidak dieksekusi mati sebagai bagian dari kesepakatan damai Taliban dan Pemerintah Afghanistan.
Muzghan dan bibinya, Nasreen, bebas dari penjara pada September lalu. Mereka ditangkap pada 2016 atas kasus pembunuhan sadis terhadap agen intelijen Afghanistan serta anggota keluarga yang berafiliasi dengan pemerintah.
Mereka mengaku perintah membunuh seorang agen intelijen pemerintah datang dari komandan Taliban. Nasreen menggunakan putrinya sebagai umpan dengan dalih memberikan layanan seks.
Mereka kemudian menembak mati target dengan pistol berperedam lalu memasukkan tubuhnya ke dalam kotak logam yang mereka tinggalkan di kuburan setempat.
Dokumen kejahatan Nasreen dan Muzghan juga mengungkap bagaimana mereka--meski perempuan jarang sekali dilibatkan dalam aktivitas di luar rumah--membunuh targetnya dengan sangat terencana. Salah satunya saat membunuh dua pria dari keluarga mereka yang bekerja sebagai polisi.
Salah satu dari korban tewas diracun, sedangkan satu lainnya meregang nyawa terkena bom yang dipasang di bawah bangku mobil.
"Saya ditangkap karena pembunuhan, penculikan, dan bekerja sama dengan jaringan Haqqani," kata Muzghan dalam video yang dibuat sebelum dia dibebaskan seperti yang dikutip dari Aljazeera, Minggu (22/11/2020).
Kesampingkan aturan, Taliban pakai jasa perempuan sebagai eksekutor
Dalam menjalankan operasi teror, Taliban jarang sekali memakai 'jasa' seorang perempuan sebagai eksekutor. Alasannya, kultur konservatif penduduk Afghanistan yang melarang perempuan beraktivitas di luar ruangan serta tampil dengan pakaian tertutup.
Seringkali, perempuan yang melanggar aturan tersebut dituduh melakukan perzinaan yang berakibat hukuman fisik sampai eksekusi mati.
Dari lebih 5.000 tahanan Taliban yang dibebaskan atas kesepakatan pertukaran tahanan yang dibuat pemberontak dan pemerintah Afghanistan sebagai syarat pembicaraan damai lima diantaranya adalah perempuan.
Editor: Arif Budiwinarto