PM Singapura Cerita Tantangan Terberat Selama Memimpin, Singgung Aturan Jilbab hingga LGBT
“New York itu jauh, tapi itu bisa terjadi di wilayah kita, Bali, kemudian Jakarta, dan bagaimana kita menyikapinya? Kita multiras. Kita punya Muslim, kita punya non-Muslim, apakah kita saling percaya atau tidak?” kata Lee, dikutip dari The Straits Times.
Ia melanjutkan, pemerintah bekerja sama dengan masyarakat Melayu/Muslim, guru agama, serta kelompok masyarakat untuk membahas masalah ini secara terbuka guna mencegah radikalisme.
Lee beruntung sepanjang kepemimpinannya tidak ada serangan teroris di Singapura.
“Tetapi untuk mengatakan setelah ini, kita bisa terbang sendiri -Pemerintah tidak perlu mengawasi, bisa melepas tangan dari kemudi atau kendali, dan Pemerintah akan mengurus dirinya sendiri- menurut saya tidak. Tidak akan pernah,” ujarnya.
Lee menegaskan semua isu ini selamanya akan menjadi masalah sensitif sehingga pembahasan soal itu perlu dibatasi. Pemerintah harus tegas dalam masalah-masalah itu.
Menurut Lee, permasalahan tersulit serta tantangan di masa mendatang adalah mengelola ketegangan antara menginginkan kohesi sosial di antara warga Singapura serta bersikap terbuka terhadap imigran dan pekerja asing.
“Jika kita ingin Singapura berkembang, kita tidak punya pilihan selain bekerja keras mencari cara agar kita bisa mendapatkan kue dan memakan sebanyak-banyaknya. Dan ini merupakan tantangan jangka panjang yang berkelanjutan," tuturnya.
Editor: Anton Suhartono