Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Trump Melunak Ingin Bantu Zohran Mamdani Bangun New York, tapi...
Advertisement . Scroll to see content

Presiden Iran Ebrahim Raisi Sebut Arab Saudi dan Amerika dalam Kebijakan Luar Negeri

Senin, 21 Juni 2021 - 20:07:00 WIB
Presiden Iran Ebrahim Raisi Sebut Arab Saudi dan Amerika dalam Kebijakan Luar Negeri
Ebrahim Raisi ingin merangkul negara tetangga di Teluk dalam prioritas kebijakan luar negeri (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

DUBAI, iNews.id - Presiden Iran terpilih Ebrahim Raisi memaparkan beberapa kebijakan luar negeri prioritas pemerintahannya, yakni ingin menjalin hubungan dengan negara tetangga di Teluk. 

Di sisi lain, pria yang dijuluki Barat sebagai tukang jagal atas tuduhan terlibat dalam eksekusi ribuan orang itu menyerukan Arab Saudi untuk menghentikan intervensi di Yaman. Iran melebarkan pengaruh di Yaman melalui kelompok pemberontak Houthi yang hampir setiap hari menyerang Saudi.

Pria 60 tahun yang akan dilantik sebagai presiden Iran pada Agustus itu mengatakan, kebijakan luar negeri pemerintahannya tidak akan terbatas pada kesepakatan nuklir. 

"Iran ingin berinteraksi dengan dunia. Prioritas pemerintahan saya adalah meningkatkan hubungan dengan tetangga di kawasan itu," katanya, pada konferensi pers pertama sejak terpilih sebagai presiden dalam pemilu pada Jumat pekan lalu, dikutip dari Reuters, Senin (21/6/2021).

Dia melanjutkan, Saudi dan sekutu harus berhenti ikut campur dalam urusan Yaman. Pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut pemerintahan yang sah di Sanaa pada 2014. Setahun kemudian, Saudi membentuk pasukan koalisi gabungan dari banyak negara untuk membantu memulihkan pemerintahan Yaman yang sah.

Dia juga menyinggung soal kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) tahun 2015 yang ditinggalkan Amerika Serikat pada 2018 di masa pemerintahan Donald Trump.

Raisi mendesak AS di bawah kepemimpinan Joe Biden untuk kembali ke kesepakatan. Menurut dia, AS telah melanggar kesepakatan sementara Uni Eropa gagal memenuhi komitmen mereka. JCPOA ditandatangani enam negara, yakni Rusia, China, Inggris, Prancis, Jerman dan AS.

"Saya mendesak Amerika Serikat untuk kembali ke komitmen pada kesepakatan itu. Semua sanksi yang dijatuhkan terhadap Iran harus dicabut dan diverifikasi oleh Teheran," katanya. 

Saat ditanya apakah dia akan bertemu dengan Biden jika sanksi dicabut, Raisi menegaskan, tidak.

Negosiasi untuk kembali ke JCPOA telah berlangsung di Wina, Austria, sejak April 2021. Tujuannya mencari tahu bagaimana sikap Iran dan AS untuk kembali ke pakta nuklir.

Setelah AS keluar, Iran melanggar kesepakatan dengan meningkatkan pengayaan uranium hingga 60 persen lebih.

Pada kesempatan itu, Raisi juga menegaskan program rudal balistik Iran tidak bisa dinegosiasikan, meskipun ada tuntutan dari negara-negara Barat dan Teluk agar program itu dimasukkan dalam pembicaraan nuklir.

"Masalah di kawasan dan rudal tidak bisa ditawar. Mereka (Amerika Serikat) tidak mematuhi kesepakatan sebelumnya, bagaimana mereka ingin masuk ke diskusi baru?" tuturnya.

Raisi termasuk salah satu pejabat Iran yang dijatuhi sanksi AS atas tuduhan pelanggaran di masa lalu. AS dan kelompok HAM menuduhnya terlibat dalam eksekusi di luar proses hukum terhadap ribuan tahanan politik di Republik Islam pada 1988.

Soal tuduhan itu, Raisi menegaskan sebagai ahli hukum dia justru selalu membela HAM. Sanksi AS terhadapnya, kata dia, dijatuhkan karena tugasnya sebagai hakim.

Editor: Anton Suhartono

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut