Profil Liz Truss, Perdana Menteri Inggris yang Mundur setelah 45 Hari Menjabat
Video saat Truss mengusulkan penghapusan sistem monarki di Inggris bahkan sempat muncul saat masa kampanye PM Inggris. Saat itu dia masih berusia 19 tahun, menyampaikan pidato di konferensi Demokrat Liberal.
"Semua orang di Inggris harus memiliki kesempatan untuk menjadi seseorang," kata Truss saat itu.
"Tapi hanya satu keluarga yang bisa menjadi kepala negara. Kami bertanya kepada mereka (publik), pendapat mereka tentang monarki. Anda tahu jawaban mereka? Mereka bilang hapus saja, sudah cukup,” ucapnya.
Memasuki dunia kerja, Truss sempat mengabdi di perusahaan minyak Shell dari 1996 hingga 2000. Kemudian pada 2000, Truss bekerja untuk Cable & Wireless dan naik menjadi direktur ekonomi sebelum mengundurkan diri pada 2005.
Truss sejatinya seorang penganut ekonomi libertarian. Ini sangat kentara terlihat dari dukungannya terhadap referendum 2016 soal keanggotaan Inggris di Uni Eropa (Brexit). Dia mengampanyekan keuntungan bagi Inggris jika keluar dari Uni Eropa.
Sebagai PM Inggris yang baru saat itu, Truss menghadapi beberapa tantangan besar, yakni inflasi yang merajalela, lonjakan biaya energi, memburuknya layanan publik, aksi industri yang masih berlangsung, serta rencana kemerdekaan Skotlandia. Di luar negeri, dia menghadapi perang Ukraina dan permasalahan seputar ketidakharmonisan Inggris dengan Uni Eropa.
Delapan kandidat berpartisipasi dalam pemilu tahap pertama untuk menggantikan Johnson. Setelah pemungutan suara di antara anggota parlemen Konservatif, Rishi Sunak mendapat suara terbanyak dengan 137 atau 38,3 persen. Truss berada di urutan kedua dengan memperoleh 113 suara (31,6 persen), dan Penny Mordaunt, Menteri Perdagangan mendapat 105 suara (29,3 persen) yang membuatnya otomatis tereliminasi.
Putaran selanjutnya pada pemungutan suara anggota partai, Truss mengalahkan Sunak dengan 57 persen melawan 43 persen.
Editor: Reza Fajri