Saat Perhatian ke Korut, China Lanjutkan Reklamasi Laut China Selatan
 
                 
                BEIJING, iNews.id - Ketika perhatian dunia tertuju pada isu nuklir Korea Utara, China justru melanjutkan proyek pembangunan fasilitas militer di pulau buatan di Laut China Selatan.
Gambar satelit yang diungkap lembaga think tank Amerika Serikat, Center for Strategic and International Studies (CSIS), menunjukkan aktivitas pembangunan pangkalan militer China di Laut China Selatan.
 
                                Dikutip dari The Guardian, Jumat (15/12/2017), menurut lembaga think tank itu, China mendirikan fasilitas militer empat kali lebih besar dari ukuran Istana Buckingham di pulau-pulau yang diperebutkan di Laut China Selatan. Area tersebut menjadi sengketa karena sempat diklaim oleh Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan sebagai wilayah mereka.
Juru Bicara Pentagon Christopher Logan mengatakan, aktivitas militer di pos terdepan (China) hanya akan menciptakan ketegangan dan ketidakpercayaan lebih besar di kalangan pihak yang bersengketa.
Center for Strategic and International Studies menyebut China melanjutkan proyek pembangunan di pulau dengan luas sekitar 29 hektare di Kepulauan Spratly dan Paracel pada 2017. Proyek pembangunan di antaranya berupa gudang amunisi, sensor, sistem radar, dan penampungan rudal.
Namun Beijing mengklaim hampir seluruh area laut sebagai miliknya. Mereka pun mengerahkan penjagaan ketat menggunakan jet tempur untuk memperkuat klaimnya.
Sebenarnya AS, Inggris, dan negara lain telah lama mengkritisi proyek pembangunan pulau dan penyebaran militer China di area sengketa. Departemen Pertahanan AS menyebut Beijing telah melakukan reklamasi sekitar 1.280 hektare lahan dalam satu area. Meski AS tidak ikut mengklaim wilayah Laut China Selatan, namun pihaknya menyatakan memiliki kepentingan nasional untuk memastikan perselisihan teritorial berakhir dengan damai sesuai hukum internasional.
Akan tetapi Beijing salah menanggapi, mereka menganggap AS terlalu campur tangan dengan perselisihan di Asia. Karena itu Beijing melakukan diplomasi dengan negara-negara Asia Tenggara untuk membicarakan perkembangan Laut China Selatan, meskipun pembicaraan diperkirakan akan memakan waktu lama untuk mencapai kesepakatan.
Editor: Anton Suhartono