Sejarah Jalur Gaza, Titik Panas Konflik Israel-Palestina
Pada 2006, Palestina menggelar pemilu. Hamas menjadi pemenang dengan perolehan suara 44,45 persen. Sementara pesaingnya, Fatah meraih 41,43 persen suara. Perpecahan antara kedua kelompok politik ini tak terelakkan, sehingga Hamas menguasai dan mendirikan pemerintahan di Jalur Gaza, sedangkan Fatah memerintah dari Tepi Barat.
Setelah Hamas mengambil alih Jalur Gaza dan membangun kabinet darurat pada 2007, wilayah tersebut menjadi tempat yang penuh kekerasan antarkelompok yang bersaing meskipun pemimpin Fatah, Mahmoud Abbas, saat itu berhasil membuat Hamas melepaskan posisinya di jalur Gaza, wilayah tersebut tetap berada di bawah kendali Hamas. Pada tahun yang sama, Israel menyatakan kegelisahannya terhadap Hamas yang mengambil alih jalur Gaza.
Pada 2008, Israel mengerahkan serangan-serangan ke pemukiman di bagian selatan Gaza dan menutupi perbatasannya melalui jalur Gaza. Setelah tindakan blokade Israel semakin kuat, pasukan Hamas menghancurkan sebagian pembatas di sepanjang perbatasan jalur Gaza-Mesir, yang ditutup sejak Hamas mengambil alih, sehingga membuat celah bagi warga Gaza untuk masuk ke wilayah Mesir. Untungnya, saat itu Hosni Mubarak selaku presiden Mesir membiarkan tindakan tersebut untuk meringankan kesulitan warga Gaza dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Setelah bertahun-tahun Israel memblokade Gaza, muncul organisasi yang dikenal sebagai Gerakan Pembebasan Gaza dengan misi pertama mereka yang membawa kapal serta pasukan medis dan para aktivis yang sudah mendapat izin untuk mendatangi Gaza pada 2008. Pada tahun yang sama juga, terjadi gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang hanya berlangsung singkat karena keduanya saling menuduh menyulut konflik baru. Hamas juga tidak ingin memperpanjang perjanjian gencatan senjata yang resmi selesai di Desember.
Israel mulai melancarkan serangkaian serangan udara di Gaza pada 2012. Hamas membalas tindakan tersebut dengan serangan yang sama terhadap Israel sampai pertikaian antara keduanya berlangsung selama 7 hari lamanya dan mencapai perjanjian gencatan senjata lagi.
Pascaperjanjian gencatan senjata tersebut, tiga warga sipil Israel dilaporkan diculik yang membuat Israel mengambil tindakan keras di Tepi Barat dan meluncurkan serangan udara di Jalur Gaza. Hal tersebut mengundang perhatian dan emosi Hamas yang kemudian membalas dengan meluncurkan serangan roket. Pertempuran mereka terjadi lagi hingga menewaskan 2 ribu warga Palestina dan 70 lebih warga Israel.
Pertengahan 2018 setelah berbulan-bulan lamanya Israel dan Hamas terus-terusan mengerahkan serangan, Israel mulai melonggarkan tindakan blokadenya dengan maksud untuk mendorong perjanjian gencatan senjata jangka panjang antara Israel dan Hamas. Di saat yang sama pula mulai hadir protes-protes mengenai peperangan mereka di sepanjang perbatasan yang diiringi kekerasan. Lagi-lagi dari aksi protes warga sipil itu, Israel dan Hamas kembali berseteru lagi selama beberapa bulan.
Mei 2021, Mahkamah Agung Israel memutuskan penggusuran puluhan warga Palestina di Yerusalem menimbulkan konfrontasi antara polisi Israel dan pengunjuk rasa Palestina yang membuat Hamas melakukan serangan roket ke Yerusalem dan bagian selatan Israel dan dibalasnya dengan serangan yang sama di jalur Gaza.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan mulai dari serangan darat, laut, dan udara terhadap Israel. Ratusan warga Israel setelah serangan dari Hamas dikabarkan tewas dan hilang serta lebih dari 100 orang disandera. Tepat di hari esok, Israel menyatakan perang setelah sekian lama sejak Perang Yom Kippur 1973.
Demikian sejarah jalur Gaza yang membuat dua pihak, Israel dan Hamas, saling bertempur untuk waktu yang lama.
Editor: Ahmad Islamy Jamil